21.12.16

Fatal

Mungkin kau benar, aku ini hanya ingin memerangimu, bukan mencintaimu. 
Kau paling komprehensif dalam memahami keadaan kita, tetapi hanya aku yang merasakan.
"Lihat dirimu, hancur, merana." katamu, itu benar. 
Tidak ku temukan kesalahan sama sekali dalam pendapatmu, tidak juga ku temukan kesalahan keputusanmu untuk pergi menjauh dariku.
Hanya aku yang kerasukan jiwa yang kosong, tapi peluru merasuk hingga ke sumsum tulang belakangku.
Ini semua salahku yang terlanjur fatal, tak henti aku terus menerus memerangimu.

20.12.16

Untuk Hati Yang Belum Menyerah

Hati,
harus sampai kapan diam di situ tidak menyerah?
Enggan terlelap tapi terlalu lelah untuk tidak terpejam
Tidak pernah mau mengerti bagaimana bulir bulir darah dan air mata tertumpah
Aku mulai menulis kolom obituarimu, hati
Tapi kau belum mati dan enggan berlabuh
Di tengah lautan luas dan hampir tenggelam
Tapi rupanya belum padam juga
Aku ingin memilikimu, sekali lagi

13.12.16

Tentang Keinginan Menjadi Seorang Ibu

Ini ideku sendiri yang sangat relatif terwujud tapi juga sangat konservatif. Mungkin dalam satu dekade mendatang, mungkin dalam 15 tahun, atau mungkin memang tidak akan pernah terjadi. Tidak apa-apa, sebab mimpi tidak harus selalu terwujud, yang paling penting aku berusaha untuk mewujudkannya.

Aku ingin menjadi seorang ibu kalau aku sudah siap nanti. Aku ingin sebuah keluarga kecil yang dapat menjadi alasan untukku pulang ke rumah. Tapi hal yang paling sederhana, aku ingin menjadi seorang ibu.

Tidak peduli dengan populasi dunia yang sudah penuh sesak, aku ingin sekali saja seumur hidupku mempunyai kebanggaan dan menikmati keistimewaan menjadi seorang wanita, yaitu mengandung. Aku hanya ingin sekali saja, tidak ingin lebih. Tidak apa merasakan rasanya perih, karena toh itu tidak membunuhku atau menyakiti orang lain.

Kelak kalau ku memiliki seorang anak, aku akan belajar tentang memberikan sesuatu dengan sangat tulus, tanpa persyaratan, tanpa meminta ia mengembalikannya. Aku juga akan mengimplementasikan apa itu maaf yang paling mendasar, atau sekedar apa itu memperlakukan orang lain seperti memperlakukan diriku sendiri. Aku akan mencintainya dengan seluruh tenagaku tetapi tidak apa-apa kalau dia hanya mencintaiku kurang dari sepuluh persennya, karena itulah cara kerja cinta.

Kelak kalau aku memiliki seorang anak, aku tidak akan pernah memanjakannya. Aku hanya akan mengajarinya, memberikan dia bekal atau pandangan yang luas, memberikannya pilihan beserta konsekuensinya. Aku tidak akan memaksanya mengambil suatu pilihan hanya untuk kebanggaanku sendiri. Oleh sebab itu, sedari dulu aku suka sekali belajar, aku ingin pengetahuanku luas, aku ingin melihat dan mengerti dunia dari berbagai sisi sehingga aku dapat berdiskusi dengan anakku mengenai berbagai pilihannya.

Anakku kelak tidak perlu menjadi dokter kenamaan, seniman hebat, astronot, atau musisi terkenal. Ia bebas menjadi apa saja, sejauh ia memberikan lebih banyak kontribusi dalam upaya penyelamatan dunia. Tidak, anakku tidak akan menjadi manusia super, ia hanya akan ku ajari caranya mencintai lingkungan dan hewan, tidak melukai perasaan orang lain, penuh maaf dan kasih, dan aku akan lebih berbangga lagi kalau ia bisa membantu orang lain. Tidak apa ia hanya menjadi karyawan biasa dengan penghasilan minim, sejauh ia menikmati apa yang ia kerjakan. Dalam hematku, ini adalah pekerjaan yang berat bagi bakal manusia ini.

Aku tidak tahu kapan mimpi ini akan terwujud, yang aku tahu hal ini masih sangat lama. Akupun perlu berbekal lebih banyak ilmu dan pengalaman untuk membentuk manusia seperti itu. Usiaku sekarang 23. Temanku ada yang pernah berkata, bahwa dalam waktu 10 tahun apapun bisa terjadi. Bahkan dalam kurang dari sepuluh tahun mungkin aku sudah tidak ada lagi di bumi ini.

Tidak tahu.

9.12.16

Mantra Ajaib

Kukira aku telah menguasai satu mantra paling efektif dan manjur. Mantra ini berguna untuk mengusir orang-orang yang ku harap akan segera pergi dari kehidupanku. Mantra ini sangat ampuh bagi orang yang paling dekat denganku.

Awalnya, aku mengira mantra ini akan bekerja sesuai dengan bahasa yang ku mengerti kemudian aku akan mendapatkan apa yang aku inginkan. Banyak orang sangat penasaran dengan mantra rahasiaku. Sayangnya, mantra rahasiaku ini baru bisa mujarab setelah banyak pengalaman yang kulalui.

Temanku bertanya dengan penasaran, "Apakah mantra ajaib itu?" sebab ia sangat ingin mengusir hal-hal yang tidak baik yang terjadi padanya.

Aku hanya tersenyum, "Kau tidak bisa sembarangan melafalkan mantra ini. Kadang ini bekerja baik padaku tapi kadang justru sebaliknya. Hati-hati dengan mantra ini, sifatnya seperti dua mata pisau." Aku memperingatkan.

"Kalau begitu, aku tidak jadi ingin tahu karena sepertinya mantra ini sangat menyeramkan," ucapnya dengan ragu.

"Pengalamanku sih begitu." sahutku pelan.

Temanku kemudian berlalu, sementara aku bergeming dengan tatapan nanar dan kosong. Aku mencari celah yang ternyata masih belum ada di dalam diriku. Aku sangat padat dan sesak hingga aku sulit sekali bernapas. Ku hampir mengucapkan mantra itu lagi, mantra yang paling jujur dan ternyata membuatku menderita sampai hari ini.

Tanganku terkepal, tidak ada sesuatu yang lebih berarti daripada hal ini. Tanpa sadar aku mengucapkan mantra itu sekali lagi. Ku tahu pelafalan mantra itu akan membuat aku bertambah sesak dan orang yang kurindukan ini semakin menjauh.

Aku mengucapkannya. Ini terjadi sungguhan, dan kini ku lihat punggung orang itu dalam mimpiku. Air mataku berlinang lagi. Belum ada celah sejak orang itu berlayar, meskipun ia kini semakin asing dan asing.

"Aku merindukanmu, belum sedikitpun rasa ini berkurang. Aku belum kurang mencintaimu," aku merapalkan mantra itu sekali lagi dan kemudian aku melihat tubuhku menjadi kapas kapas dan naik ke angkasa.
Sementara orang itu kini semakin tidak terlihat di antara lautan yang lepas dan dalam.

Pergilah.

2.12.16

Tentang Sayap-Sayap Yang Takut Pada Angin

Dalam mitologi Yunani kuno dikenal seorang pembawa pesan antara Dewa dan Dewi dengan manusia bernama Iris. Ia selalu dilambangkan dengan pelangi, seiring dengan bertemunya matahari dengan bumi selepas langit dirundung kesedihan. Iris selalu berusaha menyampaikan banyak kabar baik kepada makhluk bumi. Iris dalam deskripsi orang awam berwajah sangat datar, memiliki sayap untuk mengakomodasinya dari satu tempat ke tempat lain dan dari tangannya sering keluar spektrum warna yang cantik guna menyampaikan berbagai kabar.

Suatu hari di pertengahan musim dingin, Iris, sang pembawa pesan menjatuhkan sayapnya ke atas bumi. Tidak apa-apa ia memang sengaja ingin membuang sayapnya ke atas bumi, toh, suatu hari nanti kalau Iris mau, ia bisa menumbuhkan sayapnya kembali. Kebetulan sepanjang tahun ini pekerjaan Iris sangat melelahkan, ia harus berpindah dari satu tempat ke tempat yang lain dalam waktu sesingkat mungkin dan hal itu membuat sayapnya jadi cepat usang.

"... tapi Iris, aku masih sanggup menemanimu berpergian," pinta sayap kiri Iris. Iris hanya tersenyum dengan bijaksana.

"Kau mungkin masih sanggup, sayap kiriku yang gigih, tapi sayapku harus bekerja seimbang kiri dan kanan," kata Iris.

"Maksudmu, kau bilang aku tidak bekerja dengan baik?" tanya sayap kanan dengan datar, sedikit banyak ia merasa tersinggung.

"Kalian berdua telah bekerja dengan baik, rajin, patuh dan hebat, sayap-sayapku. Aku berterimakasih kepada kalian. Tapi aku harus beristirahat setelah sepanjang tahun ini lelah menyampaikan berbagai macam pesan." kata Iris dengan sabar.

"Apa yang akan terjadi pada kami kalau kami tak lagi bersamamu, Iris?" tanya sayap kiri Iris dengan khawatir.

"Kalian akan baik-baik saja. Kalian akan terjun ke bumi dan kalian akan menjadi sesuatu yang sama sekali baru," jawab Iris.

"Tapi kami sesungguhnya takut, Iris." sayap kanan mengakuinya. Ia bergumam nyaris tidak terdengar.

"Apa yang kalian takuti?"

"Angin," jawab mereka hampir serentak.

Iris terbelalak. Bagaimana mungkin mereka berdua justru takut dengan teman baiknya selama ini. "Bagaimana mungkin kalian takut pada angin yang sangat hebat itu?" tanya Iris.

"Menurutku ia kasar, kalau tidak ada kau, ia pasti membawa kami kemanapun yang ia suka. Berapa kali kami harus berusaha sekuat tenaga melawan angin. Mereka sangat menusuk dan menyakitkan kami." sayap kanan dengan jujur mengatakannya.

"Sekarang apa lagi yang membuat kami usang kalau bukan karena tekanan udara yang kejam dan angin yang tidak mengenal ampun." tambah sayap kiri khawatir.

Iris tersenyum. "Ku kira inilah saatnya kalian mengenal Tuan Angin dengan lebih baik." Sahut Iris. Satu persatu ia melepaskan sayapnya. Di mulai dari sayap kanan yang jauh lebih tenang dari segi emosi dan kemudian sayap kiri yang lebih meledak-ledak.

"Kalian sangat baik dan hebat, kelak kehidupan di bumi akan memberikan kalian hal yang baik juga. Berjanjilah padaku kalau kalian akan menjadi sayap-sayap yang hebat dalam wujud apapun itu," bisik Iris pada kedua sayapnya yang tampak tak rela melepaskan Iris.

"Kami akan merindukanmu, Iris. Selamat tinggal!" salam kedua sayap itu.

"Selamat tinggal," jawab Iris yang kemudian melepas kedua sayap itu sehingga mereka terjatuh bebas ke atas bumi.

Kedua sayap itu jatuh tanpa terkendali memasuki bumi. Sayap-sayap itu kemudian bertemu kembali dengan angin yang kasar dan angkuh. Mereka berdua terhantam dan terpukul tanpa bisa melawan karena angin sangat kasat mata. Hingga angin berbisik kepada mereka, menyambut kedatangan mereka ke bumi.

"Halo, Yang terbuang! Pemilik kalian sudah membenci kalian ya?" tanya angin dengan kasar yang menghembus mereka berdua.

"Tidak, Iris tidak membenci kami. Kami memberi Iris kesempatan untuk beristirahat," kata sayap kiri dengan berani.

"Sungguh?! Lalu kenapa kalian tampak muram? Apa kalian takut padaku?" tanya angin.

Kedua sayap itu tampak gamang, sedikit banyak mereka ingin mengakuinya, tapi mereka harus tampak gigih dan berani seperti saat bersama Iris.

"Tidak. Kami tidak takut padamu bahkan kami tidak takut apapun dan kami berdua adalah sepasang sayap yang hebat." jawab sayap kanan. Mencoba menghapus setiap ketakutan yang mereka berdua sebenarnya miliki.

"Ah ya, mari kita lihat apa kalian masih cukup berani bila kalian berdua terpisah." ide angin yang kemudian meniup mereka ke dua hemisfer yang berbeda.

Tanpa sempat mengucapkan kata perpisahaan, kedua sayap tersebut ke dua tempat yang berlawanan sehingga sangat tidak mungkin untuk mempertemukan mereka berdua. Kedua sayap itu menjadi sangat lemah dan semakin lemah hingga mereka tak berdaya tersungkur kepermukaan bumi yang amat permai.

Saat menyentuh permukaan bumi, sayap-sayap itu berubah menjadi bentuk yang lain. Sayap kanan lebih beruntung, saat ia menyentuh permukaan bumi, ia berubah menjadi seekor elang alap yang mampu terbang tinggi dengan gagahnya. Sayap kanan membutuhkan angin hampir sepanjang waktunya. Saat itu, sayap kanan juga menyadari bahwa angin sangat baik hati, hanya saja memang angin sangat usil dan sedikit sombong, tapi tak apa karena itu yang membuat angin sangat menarik dan menjadi sahabat karibnya.

Akan tetapi nasib tidak terlalu baik kepada sayap kiri yang menjadi manusia saat ia menyentuh permukaan bumi. Ia termenung di jendelanya, mengamati angin yang bertiup di antara dedaunan dan membawa daun-daun tersebut pergi entah kemana. Cuaca memang sedang tidak baik di luar dan memaksa sayap kiri tetap tinggal di ruangannya yang hangat dengan secangkir kopi dan kesendirian. Ia masih muram, membenci angin, dan tersenyum sekedarnya kepada siapapun.

Kadang ia masih suka bermimpi tentang sayap kanan, tentang Iris dan pelangi-pelanginya, atau apapun dalam kesendiriannya. Kadang ia berpikir, seandainya saja Iris tahu apa yang sayap-sayapnya alami, pasti Iris menyesal melepaskan mereka berdua.
Sayap kiri tak pernah menyukai ide tentang kategorisasi, pemecah-belahan ataupun pengasingan, mungkin karena ia adalah produk kesengsaraan dari sebuah perpisahan. Ia menyukai segala ide tentang kesatuan, ketidakpecahbelahan, dan kesamaan.
Fakta pahitnya, tidak ada satupun manusia yang benar-benar rigid menjadi satu atau benar-benar terpisah. Pandangan samar-samar ini membuatnya gusar. Mungkin itu juga yang menjadikannya ia hanya percaya pada kesatuan yang paling utuh, yaitu dirinya sendiri.

Sayap kiri tetap sendiri dalam setiap kemurungannya. Sayap kiri tidak tahu bahwa selama ini angin berbisik padanya bahwa angin sangat ingin bersahabat dengannya. Kadang memang angin tidak pernah tahu bagaimana cara menyampaikan niat baiknya pada sayap kiri sebab ia lebih dingin daripada daerah sebelah timur Antartika. Sayap kiri menghindari angin, membencinya.

Kadang angin berusaha meniup sejuk di wajah sayap kiri yang kemudian hanya dibalasnya dengan tundukan kepala. Kadang angin bersama lebah-lebah dan burung-burung isap madu dan kolibri menunjukan padanya bunga-bunga aneka warna yang bersemi tapi sayap kiri tidak pernah menyadarinya. Kadang angin usil membawa kabur topi atau kertas-kertas yang ia pegang, namun yang didapatkan angin hanya caci maki kebencian dari sayap kiri.

Sayap kiri tidak pernah tahu angin hanya ingin meminta maaf dan ingin memulai persahabatan dengannya.
Sayap kiri tidak pernah tahu, atau barang kali, belum tahu.


Jakarta, Desember 2016


28.11.16

Hantu - Bagian 3

"Jangan memaksakan kehendakmu. Semuanya akan menjauh, sepertiku. Jangan memaksa." Kau mengatakannya memintaku untuk melepaskanmu.

Aku menyerah dan memberikanmu senyuman paling baik. Air mataku sudah habis, segala hal mengenaimu semakin menjauh dari realita terkasarku, namun semakin mendekap realita terhalusku.
Tidak pernah ada yang tahu apa yang membuatku mencintaimu dan itu akar setiap permasalahannya. Mungkin ada sejuta hal yang membuatku kagum padamu dan itu membuatku semakin mencintaimu.
Tapi ada satu rasa yang tidak pernah berubah, jauh di kedalaman dan kegelapan sudut batinku.
Satu rasa yang bersifat searah, yaitu tentang memberi. Aku hanya ingin memberi semua hal yang aku punya untukmu, tapi ternyata lima ratus persenku hanya lima persen untukmu. Memberikanku terlalu sedikit waktu.

"Tapi kita sebenarnya hanya sebentar, bagaimana bisa pengalaman kita terlalu banyak buatmu?" Tanya kau yang seperti tidak punya ingatan apapun tentangku.

"Aku tidak lupa sedikitpun pengalaman kita, bagaimana bisa kau tidak mengingatnya sedikitpun?" tanyaku lirih.

"Sebaliknya, aku tidak ingat apapun mengenai kita," Kau mengatakannya seakan aku ini lebih tak terlihat daripada angin yang menyentuh wajahmu.

Aku terkatung sendirian. Lama. Air mata telah kering, tapi luka semakin membusuk di dalam.

"Aku akan menunggu untuku, sampai batas waktuku," kataku.

Sekarang satu-satunya yang bisa kulakukan hanya memberikan kebebasan dan kedamaian untukmu. Aku tidak sejengkalpun pergi atau menjauh. Aku hanya akan tetap menunggu, sampai tidak ada lagi yang bisa kusisakan bahkan dalam jejak-jejak bayanganmu sekalipun.

"Jangan menungguku, aku tidak akan pernah kembali lagi padamu," katamu.

Menunggumu adalah satu-satunya hal yang tidak aku paksakan. Aku membiarkannya begitu saja, biar rasa ini yang menjawab semuanya juga. Mungkin aku memang hantu buatmu yang terlalu dalam di ketiadaanmu.
Terlalu tidak cukup untukmu.

7.11.16

Berhenti Menyalahkan Siapapun

Untuk selalu menyisakan sesuatu yang tidak pernah ada
membiarkan semua cerita remuk redam
dan kau kini menjadi hantu paling menyeramkan dalam hidupku
sekaligus godaanku setiap kali melihatmu ada
kau seperti sesuatu yang harus ku bunuh
karena aku remuk redam tiap kali melihatmu
bukan salahmu untuk pergi
ini salahku karena membiarkan diriku jatuh dengan harapan akan kau tangkap
aku jatuh begitu saja
sehancur gelas-gelas kaca

19.10.16

Dua Laras

Satu Larasati saja sudah masalah, sekarang ada dua. Bagaimana dunia ini tidak pusing saat Tuhan ternyata cukup usil menciptakan dua orang menyebalkan dan kebetulan memberi mereka nama yang sama?
Mungkin waktu itu Tuhan hanya menciptakan satu saja, tadinya, Ia memberikan Laras ke dunia pada bulan Mei tahun 1993, waktu itu masih awal bulan. Mungkin saat itu Tuhan gemas pada Laras manis yang pertama, ia kemudian ia menciptakan versi ke dua, yang belakangan diketahui lebih banyak bug dibandingkan versi awalnya, Tuhan merilis Laras yang kedua sekitar lima bulan setelahnya. Jadilah di dunia ini ada dua macam Laras.


Keduanya sama-sama cengeng,
sama-sama aneh,
sama-sama menyukai musik,
sama-sama menyukai kegiatan menggambar,
sama-sama memiliki banyak teman dan disenangi
sama-sama manis dan baik hati
sama-sama menyukai bunga
sama-sama menyukai bintang
sama-sama suka memberi hadiah
sama-sama sering berbicara dengan hewan terutama anjing
keduanya menyukai anak kecil sekaligus kekanakan
dan keduanya sama-sama pernah patah hati dengan kasus serupa

Kedua Laras ini telah saling mengenal semenjak sekolah dasar. Berlanjut kembali bersekolah di sekolah yang sama saat SMU, bahkan ketika di kelas sebelas mereka sekelas. Mereka selalu saling menyayangi dengan caranya masing-masing. Bersahabat yang tidak melulu saling berbicara, berhubungan, atau bercerita, tapi mereka sangat peduli satu sama lain.

Laras yang satu berkuliah di kota yang berbeda mengambil jurusan farmasi dan Laras yang lain tetap tinggal di kota kelahirannya mengambil konsentrasi Ilmu Ekonomi saat kuliah. Untungnya, keduanya sama-sama sukses dalam studinya. Meskipun wajah mereka tidak mirip, tapi keduanya sama-sama manis dan mudah mengambil hati siapapun, karena keduanya selalu tulus dalam melakukan sesuatu.



Kedua Laras ini pernah mengalami patah hati yang sangat mendalam. Kadang orang-orang suka bertanya dan keheranan pada orang yang tega menyakiti kedua Laras ini. Tapi itu bukan salah orang lain, bukan salah Laras-Laras ini juga. Ini memang seperti takdir yang mencoba membiasakan Laras untuk dewasa.

Kedua Laras ini selalu murah hati untuk memberikan maaf, yang kadang sering kali dimanfaatkan orang-orang di sekitar mereka akan tetapi itu bukan persoalannya.

Orang-orang di sekitar Laras beruntung pernah mencintai mereka, sama seperti mereka mencintai orang di sekitar mereka dan memberikan banyak kebahagiaan terpancar dari cara mereka tersenyum.

Laras beruntung pernah mencintai orang-orang di sekitarnya. Tetapi jangan kecewa ketika kau melewatkannya. Kecewalah kalau kau menyia-nyiakan Laras-Laras ini dan membiarkan mereka menangis untukmu.

Larasati-Larasati ini selalu memberikan kesempatan kedua. Sayang sekali, jikalau lebih dari itu kau harus menghadapi orang-orang di belakang mereka.


Larasati, 2016



16.10.16

The Final

When love for me he didn't have any
I have no idea
how much pain he suffered this whole year
or how bitter was the cup of tea he had
Go on and be happy, love
I'm happy as long as you do

27.8.16

Biar Hujan Yang Memberitakan Semuanya

Biar hujan yang memberitakan semuanya
Bahwa setiap keheningan yang muncul bukan berarti ketiadaan
Memberikanmu waktu untuk mengadah sejenak
Seperti hujan menghujam bumi dalam hening tapi menjadi hiruk pikuk beraturan
Membiarkanmu terkunci dalam setiap keheningan
Mendewasakanmu


Berdarah

Berdarah menjadi terminologi yang mengerikan untuk kami
Faktanya, kami terluka hampir setiap waktu
Ketika berdampingan kami persis seperti dua pedang
Tajam, berbahaya, saling melukai
Kami berdua menjadi monster mengerikan
Dan kami berdarah setiap hari

16.8.16

Hantu - Bagian 2

"...Itu nyata. Mungkin orang lain banyak yang tidak percaya. Tapi terserah, aku merasakan semua momen-momen itu. 
Jangan kau samakan pengalaman dia dan pengalamanku. Ini kisah yang berbeda."

Aku mendengar seluruh kalimatmu seketika, di detik yang sama aku menghancurkan diriku sendiri.
Mungkin memang bukan aku yang kau ingat, katamu kau tidak bisa mengingat melainkan hanya merasa.
Tapi kau tidak pernah merasakan adanya aku.
Seperti segala hal yang kita pernah punya tidak pernah ada.

Lampu-lampu di jalan semakin menguning namun cepat dan sekelebat, semua terefleksi di mataku.
Roda yang setiap menit berakselerasi.

"Kau tidak pernah tahu masa laluku dan aku tidak pernah tahu masa lalumu, jadi berhentilah bersikap seakan kau tahu semuanya."

Kukira benar aku ini nisbi.

I Feel Empty

I feel empty
Whenever I shut you down
As lift in a void
As I ever tune you out
The emptiness is bereft
A silence in the midst nothingness
It's easy for lifting
I dont want you the be the one that left out
This nothingness is sorrowful




5.8.16

If I Die Someday

I want A Moon Shaped Pool, Radiohead's latest album, will be looped on my funeral ceremony.
I want to hear Thom Yorke's voice on my last day on earth
To convey my soul to the afterlife.

The Golden Deer

The golden deer has been crying for two hours
she mourned for the moose that she'd never know
she made precarious two hours at the bank of river
the hunter has been watching her for so long
 

3.8.16

I'll Show You

I'll show you;
A dainty of infinite forgiveness
The strength of love hut that I built
Unintentional patience
A home that you should belong

Dry

I will be waiting
From minute to years,
From summer till another spring,
If you want to back in my arms over and over again
I widely open them
I will wait for you

27.7.16

Send This Beautiful Drama To Lola

Send this beautiful drama to Lola
The exquisiteness exodus that beyond her imagination
Send to her,
the dearest hello from familiar stranger with a pack of lullabies
Later, when she takes her daily dose of xanax, she will take it less
Her pain won't consume her faith any less
Take her soul, conveys her trailblazing invention to me
I'll duplicate another beautiful drama and save her soul for later
Serve Lola as my dinner, slice her into two but sort her legs, weed them out
I desire her lungs and heart, and save her drama for later

15.7.16

Itinerary

If I have a chance to travel somewhere sooner or later, I promise I'll do this thing:
1. Send a postcard to home, for myself.
2. Go to the local market and observe their trading behaviour and their commodities
3. Buy their unique local tea.

13.7.16

I Hide My Feeling

I hide my greatest feeling in Singapore
As I walked out the street wherever my feet want to go
I run towards nowhere else
Get lost in desire
I never said it to you
I want you to be here, not anyone else
Cause I realised that regret always come afterwards




Singapore, February 2016

Matsuyama

I carelessly fell out my wallet and passport in Matsuyama
Yes, it was scared shit out of me
But less than 24 hours, I got them back without even a penny less
"Gomenasai. I was so careless. I promise this won't happen again."
They handed with smile from ear-to-ear. "Daijoubu. Daijoubu-dayo."

If I return to Japan, perhaps I will always step back in Tokyo, but not in Matsuyama
Not as busy as Tokyo, Ehime prefecture, particularly in district Matsuyama, there's more like a place to live, where people are commuting by bike or tram.
I saw almost no skyscraper building and there's lot warmer here than in Tokyo, takes an hour flight to the southern Japan.

What else? Could you begging for more its hospitality?









Matsuyama, March 2016

The Letter to Tokyo

I'm in love with Tokyo as aspired with every corner of this city
It simply beautiful, quite minimal yet concise
First time I stepped my feet here, I promise that I'll come back again
It was early spring, where everything hasn't ready yet to blossom
The temperature was nearly 3-4 in Celsius degree at the time
And rainstorms dropped almost every time
But Tokyo, there's not only early spring that coming unto you
I'm enamored for this city
Sooner, later, I'll come back in your arms

Tokyo, March 2016





10.7.16

The Wind

So let the wind guide you like the tides of the Atlantic
'Cause in the end, life don't go just like we planned it 
I know it seems like we'll come up empty-handed 
But look at this harvest we've already planted

We'll keep going, we won't give up.

8.7.16

Aku Tidak Ingin Menulis Lagi Tentangmu

Aku tidak ingin menulis lagi tentangmu
Karena sudah habis asa untuk menelaah pendirianmu
Kau melarangnya, katamu kau enggan

Padahal karaktermu sulit dibaca, sehingga menarik untuk kutuliskan
Tapi kau bilang jangan, meskipun betapa semantiknya aku, kau tahu

Mungkin aku kelak akan menuliskan kau dalam eulogi, di kolom obituari
Semua, segala hal tentangmu akan lenyap di detik kelima setelah kau mati

Aku ingin berhenti menulis elegi dan pedih tentangmu
Ku ingin simpan semua sedih ini
Seperti menyimpan semua cinta padamu

3.7.16

Bunga dan Perempuan

Dua hal yang selalu terlihat cantik di mataku
Bunga dan perempuan

27.6.16

The Mundane Kind of Love

I have a mundane kind of love.
I was falling down in love with this kind of ordinary guy last year on exquisite evening.
Then I fell in love with him more and more each day.

Sometimes this kind of mundane love breaking each other heart.
Sometimes I hate him.
Sometimes its too frustrating, then we give up in another time.
We often fight against each other of anything,
We have a lot of serious logical discussion of irrational stuffs, we argue and feed our ego.
Most of the time I could merely sit down all alone and shedding the tears
Often I wonder, why ought to I stay with this cursed relationship?
Do I date an onion? Why do I cry almost everyday?
or why do fight we had always tormenting and-yet so much it hurts?
And fighting we have always consuming the pain and yet confiscate the time?
Then it always crossed in my mind to leave him for good.
Sometimes I utter him about walk out from his life and ask to stop seeing each other.

There comes another time to sit down and contemplate, those pensive time to clear thoughts.
I keep wondering, what I can do without him?
Will I be fine? and those massive thought about how I don't wanna go those mundane days without this ordinary kind of love.

Someday, I will let him know that he's very essential in my part of mundane life.
I always wait to received his text everyday with kisses emoji. I can't even wait to spend the whole regular weekend to see each other.
I'm waiting my phone to ring, to hear that either he has an exciting day and composing his dream or exhausting day that makes him sleep earlier. I wait for i love yous from his lips, and dozen kisses when we meet.

This is the mundane kind of love I have.
The love that my mom or grandma has too, love of common couple feels so.
Love that wasn't like a fairy tale.
Love that has no clue why people keep loving their significant other.
Love that I want to stay forever with.



25.6.16

See It On Your Side


I got feelings, everybody's, I can't take it 
If it's more than what you had before I come around 
As I said I'm gonna feel, not gonna fake it 
I'm not done but I should need it more than half the time

Mirthless

I hear a cry that torn my heart, the tears from you
Every single time I see you shredding the tears
I rendered those of time where I put you right in this situation
I'm the one to blame

22.6.16

Closer

Get closer to me
A lonesome, a clueless thought
Stay in my arms
Don't ever set me free
Interfere the Saturnian to brought back the blithe
The self-declared happiest girl on earth is no longer here

The Final

 Finally I earned the degree


It always seems impossible until its done,
it was no less
but I couldn't be more grateful than that

4.6.16

No Other Way

Have you ever meet somebody that doesn't want to hear you tormented and--he always shed tears when you upset, try so hard to put smile on your face, tell you that he frustratingly loves you and letting you go to find a happiness --but instead of you, you just can't fall for him, you'd rather stay with somebody that makes you desolated on regular basis; a miserable guy that his-ex you've always been compared with; a selfish man; and boast of his works, jobs and talent, and everything he's done in his life, the guy that complaining on almost everything, and you-- you take no granted for everything, he doesn't even care about you. You're settling with this kind of tyrant.
You always know, you won't change anything. You've already tried so hard to fall, but you never will.
You'd better should go.

Go on, darling. Live a life to the fullest.

2.6.16

Kaki

Kakiku pedih menembus duri pilu
Rasanya seperti terbakar
Alas kaki tidak pernah cukup berhasil melindungiku
Kakiku sudah penuh kapal yang nyeri menjadi darah
Darah-darah mengalir perlahan hingga meresap ke tanah
Di dalam tanah, darahku memberikan hidup bagi tanaman
Kini tanamannya berdaun warna merah
Ketika jalanku belum habis benar
Tapi kiamat sudah menghampiri di depan wajah
Ku belum berusaha

Adi, Sahabatku

Adi, Sahabatku, usiamu belum genap sepuluh
Tapi kau harus tahu di mana ibumu meletakkan perhiasannya
Perhatikanlah ia saat habis bersolek hendak ke pesta
Pastilah ia mengenakan perhiasan terbaiknya

Adi, sahabatku, meski kau belum paham apa itu uang
Kau harus cerdik, untuk merengek pada Ayahmu
Sebab ia memiliki hampir segalanya di dunia ini
Termasuk dengan menindas keluargaku dan keluarga teman-teman kita

Adi, sahabatku, jangan mencoba pahami apa itu kehidupan
Setelah aku berhasil mengambil semua milik orangtuamu
Aku akan menghabisimu
Anak kecil sepertimu sangat tidak pantas untuk hidup di dunia yang sengit
Kalau kau tumbuh melewati usia lima belas kelak
Mungkin kau akan jadi tirani

Birokrasi

Sepeda tua ku kayuh
Bermodalkan jas usang dan sepatu bertambal
Dalam tas kulitku yang sudah mengelupas ku bawa sejumlah bukti
Bukti-bukti nyata untukku bisa kembali
Mengakui kembali rumah yang dulu ku tempati
Bersama istri dan kedua buah hati

Aku terduduk di depan gedung angkuh itu menanti hingga pukul sepuluh
Sampai pada waktuku menghadap pengadilan yang agung
Menuntut kembali apa yang menjadi milikku
Menuturkan pada mereka bagaimana semuanya telah menjadi debu
Sementara sekeluargaku kini tak punya tempat berteduh
Mereka menanggapi dengan acuh dan bilang dokumenku tak berlaku
Kecuali kalau ku bayar lima ratus ribu

Abangku dan Perang

Abangku mungkin bisa pergi dengan gagah
Senapan tergantung di tubuhnya
Ibu memeluknya dalam baju safari kebanggaan Ayah
Abangku akan pergi ke medan perang
Kadang penguasa tidak pernah paham
Bagaimana aku menyaksikan kepergian Abangku dengan pedih
Abangku pergi ke tanah yang tidak pernah dijanjikan
Ia hendak menukar darah dengan penyiksaan
Aku melihat punggung Abang waktu itu
Usiaku belum genap sepuluh tapi aku tahu ia hanya menyongsong penderitaan
Ketika aku melihat senyum terselip di bibirnya Ayah dan Abang tidak pernah sadar
Kebanggan mereka tidak pernah berarti
Katanya abang akan pulang tiga bulan lagi
Ibu akan setia menanti dan menjahit baju untuknya
Sementara Ayah pensiun dini
Abangku hendak tidak kembali
Sayup melambat suara tembakan membuncah bumi diikuti suara Abang merintih

Putih

Dalam mimpi semalam aku melihat warna hitam
Lalu warna hitam menjadi kelabu
Lalu warna kelabu menjadi putih
Kelamaan warna putih itu bersinar
Warna putihnya memberikan keselamatan bagi orang mati
Lalu ku lihat Ibuku tengkurap memeluk matahari
Kemudian mataharinya pudar

Aku melihatmu dalam peti
Di dekat peti terdapat cermin dan aku menemukan diriku bersayap
Sayapku berwarna hitam pekat
Lalu warna hitam pekat menjadi kelabu
Lalu warna kelabu menjadi putih
Kelamaan warna putih menjadi bersinar
Lalu ibu memelukku
“Ayahmu mati,” bisik Ibu

Hantu

"Bagaimana kalau kita hanya menyukai seseorang dari fisiknya saja?"

Itu idemu yang kau bilang menarik
Aku menatapmu tanpa mengukir bentuk apapun di wajahku
Kemudian kau memalingkan pandanganmu tidak peduli
Kau tidak memintaku berpendapat
Aku tahu bahwa aku tak pernah sementara saja di sana
Setiap kali hanya mendengarmu bercerita
Tanpa memberi sedikit celah untuk pita suaraku bergetar
Tapi wajahmu selalu mengukirkan kekecewaan
Meyakinkan kalau kehadiranku nisbi

Stasiun

Aku selalu menyukai berpergian dengan kereta
Melihat siapapun sibuk dengan hiruk pikuk
 Memahami setiap bentuk aktivitas yang kutemui di situ
Aku tak akan pernah bosan duduk menunggu kereta datang
Melihat orang berlalu lalang sedang aku hanya sendiri
Menanti

Pembicaraan Pukul Tiga Dini Hari

Aku terbangun pukul tiga dini hari
Tolong bawa aku kembali ke alam mimpi
Di mana setiap manusia berada dalam kedamaian dan nihilisme
Mereka semua memiliki sepasang sayap
Sayap mereka bisa membawamu terbang tinggi
Tetapi, sesuatu yang lebih damai justru kutemukan dalam dirimu
Ketika kau memejamkan mata dan tanpa sadar membawa kita ke dalam Firdaus

Idola

Sepertinya malam ini aku pulang larut
Ku bilang pada Ayah bahwa ada tugas yang harus ku selesaikan
Membual pada Ayah tak akan ada salahnya
Ini kesempatan langka
Saat aku bisa bertemu idola yang sesungguhnya

Pujaanku bermulut manis dan berwajah tampan
Tubuhnya harum dan memikat
Terbentuk dari citra dewa Zeus
Tak seorang pun mampu menolaknya
 Hatiku berdegup saat pertama kali menjabat tangannya
Tanganku dingin hampir membiru
Ku sebutkan namaku lalu ia mengulanginya
Seakan ia peduli pada apa yang ku rasakan

Kemudian ia menarik tanganku
Membawaku ke tempat remang
Matanya buas dan tak ampun
Membiarkan tubuhku melolong tak berdaya
Ditindihnya tanpa ikatan
Melumatku dalam satu tarikan napas
Membiarkan tidak berdaya
Menuntaskan nafsu

Mengapung

Untuk setiap hal yang membuatku tidak bernyawa
Meyakinkan bahwa nyawa tidak pernah ada artinya
Memejamkan mata dan berikhtiar
Terlambat untuk meminta maaf
Menembus detakan waktu yang tersisa

1.6.16

Nepotisme

Jangan menyerahkan, bukan jangan menyerah
Mereka yang menggerogotimu tidak akan pernah memilikimu
Tirani hanya menyiksamu dengan perlahan, angkuh dan tanpa ampun
Maka jangan pernah serahkan dirimu

Balet

1
Maria ingin menari balet
Tapi Ibu tidak punya uang
Ibunya hanya seorang pedagang gado-gado
Penghasilannya hanya cukup untuk kebutuhan hidup

2
Pucuk dicinta ulam pun tiba
Tetangga Maria menawarinya ikut menari di sanggar
Maria suka cita dan rajin menari setiap minggu
Ia berlatih dengan sangat baik hingga terpilih menjadi lakon utama
Waktu itu Maria harus membawakan tarian tentang gadis kerudung merah dan serigala
Ia tetap berlatih dengan baik hingga saatnya tiba

3
Hari pementasan semakin dekat tetapi Maria tak punya sepatu balet yang bagus
Tak ada yang mau meminjamkannya sepatu
Maria sangat sedih dan putus asa
Ia berniat untuk mengambil uang milik Ibu di warung
Ibu menangkap basah saat Maria mengambil uangnya
Ibu sangat marah, sedih dan kecewa sebab Ibu sudah tak punya uang lagi
Tapi Maria tidak peduli, ia justru marah kepada Ibunya
Ibunya mengalah dan membiarkan Maria mengambil semua uangnya untuk membeli sepatu
Maria membiarkan Ibunya merana

4
Di hari pementasan Maria menari dengan sangat baik dan anggun
Lampu-lampu berwarna menyorotnya, menjadikan ia sebagai bintang
Sayang Ibu tak bisa menontonnya sebab Ibu tak punya uang untuk pergi ke pementasan
Kilatan lampu, kertas mengkilap berwarna-warni, hujan tepukan, kembang api
Penghujung acara selalu luar biasa
Tapi kerap melupakan bahaya
Ketika baut mengendur
Lampu sorot di atas panggung jatuh dalam sepersekian detik
Semua orang terkejut beberapa memekik, beling berhamburan kemana-mana
Darah bersimbah kemana-mana

5
Besi penampang layar panggung tepat jatuh di atas Maria
Seketika, sewarna dengan kerudung merahnya

Pelayan

Anak-anak selalu mengira mereka tidak hidup
Sudah datang sebelum lampu dinyalakan
Tengah berbenah saat lampu sudah dimatikan
Tidak pernah terlihat bergerak sejengkal dari balik etalase

Kadang ku berpikir seperti anak-anak
Seakan mereka tak punya kehidupan
Lalu orang bisa saja marah kapan saja saat mereka salah
Melempar apa saja yang ada di hadapannya
Seakan-akan kalau mereka mesin tanpa hati
Tapi mereka melayani dengan ikhlas

Kadangku berpikir seperti anak-anak
Seakan mereka tak punya kehidupan

Retorik

Tuhan bilang salah
Tapi itu kata pemuka agama
Kadang aku berpikir keras
Bagaimana cara Tuhan bilang pada mereka
Padahal aku juga insan yang sama dengan mereka
Baik dan benar, buruk dan salah
Semuanya relatif dalam substansi

 Tuhan bilang nikmat adalah dosa
Tapi itu kata Ibuku
Haruskah aku percaya
Sebab surga di telapak kaki Ibuku
Kalau begitu surga juga bisa ada di telapak kaki Ibu Ibuku
Atau juga telapak kali Ibu teman-temanku atau temannya Ibuku
Tapi bisa saja Ibuku bohong
Atau bisa saja memang surga berjumlah banyak

Tuhan bilang aku harus ibadah
Tapi itu kata Bapakku
Kalau ku bersimpuh tiap hari dan berserah maka akan dapat imbalan
Sebenarnya tuhan ini retorika yang kabur

Pada bilang tuhan begini tuhan begitu
Janjinya tuhan bilang akan berikan surga
Jangan-jangan surga memang sedang masa promosi

Menyadur

Ada sebuah karya yang ditinggal pemiliknya tak bertuan
Kepada siapa bumi bertuan
Menyambung makna atau sekedar luapan
Menitik pena di awal bulan

Di rumah tak bertuan ada pena mengering
Berikut kertas putih menguning
Lalu datang seorang anak kurus kering
Menemukan fakta isi kertas kuning

Membaca dan memekak telinga hati
Lalu menuliskan kembali dalam kertas polos dan bersih
Karya tak bertuan diambil alih
 Penulis sebenarnya tak pernah peduli
Namun Tuan sangka ini cukup berarti
“Tuan penulis, bolehkah ini ku ambil?” tanya si kurus kering
Tuan penulis bergeming, tapi si kurus tetap menyalin

Refrain

Ada yang lebih menyeramkan
Dari pertengkaran terburuk kita
Saat tidak terjadi perkara
Tapi kita sudah tidak bisa beriringan

Cinta tidak pernah cukup
Kalau kita tidak seirama
Biarkan saja,
Yang tadinya satu menjadi dua
Tak punya alasan untuk singgah

Leaving

I dont want any break up
But our internecine conflict continues to extract a terrible toll on our plans
Our desultory debates got none
Frankly, I'm in doubt

12.5.16

Pukul Tiga Dini Hari

Jam menunjukan pukul tiga. Pagi hari.
Selalu jadi waktu favoritku untuk melakukan apa saja. Tingkat konsentrasiku juga seperti bertambah di waktu-waktu seperti ini. Itu mengapa sewaktu sekolah dahulu, aku sering memilih tidur di sore hari kemudian terbangun di waktu-waktu ini.
Tapi ini pukul tiga dini hari ketika aku menangis lagi.
Sudah habis aku semangatku untuk menyusun melodi-melodi yang indah untuk laguku.
Tidak juga aku memutuskan untuk menggambar.
Tidak adalagi yang ku lakukan dini hari ini.
Jiwaku terganggu sebab memikirkanmu sebab kau di luar logika sewajar-wajarnya manusia.

Kamu memang tidak pernah mengucapkan apapun padaku.
Sepatahpun tidak. Menyerahpun juga enggan.
Aku berpikir di pukul tiga dini hari, ketika pikiranku sedang jernih-jernihnya.
Karena memang ternyata aku sudah tidak ada lagi di sana.
Maka pergilah.


Mei 2016.

28.2.16

Aku, Kamu dan Origami

"Gue pernah belajar bikin origami balon tiup, diajarin sama adek gue yang kecil. Makanya gue janji bakalan bikinin lo origami balon dari kertas, bisa ditiup dan gue akan kasih itu ke lo. Ini janji antara gue, lo dan origami." katamu pada gadis yang tidak pernah kau miliki.
Kau hanya tidak ingin melihatnya menangis lagi.

Taman di Jakarta, Sabtu 27 Februari 2016