26.8.18

Dance, Till The Beat Drop

Dear my people,
Having you, guys, are amazing. You always have my back.
I love you, my pretty people


Indah


Sherli

Bestari


Adhit







13.8.18

Surat Untuk Kau Yang Selalu Tidak Memikirkanku

Aku merindukanmu, tapi bukan rindu yang harus ku katakan.
Selama ini pertemuan kita selalu bersifat rahasia dan entah kenapa setelah itu hari-hariku menjadi berantakan.
Aku merindukanmu semata-mata bukan karena aku mencintaimu, tapi mungkin ada beberapa hal yang tertinggal
Kita menghabiskan beberapa malam berharga - paling tidak buatku, membuatku menyadari kalau di dunia ini terlalu banyak hal yang ku inginkan tapi tidak pernah bisa aku miliki
Jujur aku menginginkanmu untuk selalu persisten ada di saat aku membutuhkanmu
Seperti saat ini aku setengah mati merindukanmu
Meskipun aku tahu kau bersama orang yang sangat-sangat kau cintai
dan aku juga telah bersama orang lain yang mencintaiku
Tapi ketika denganmu, aku memiliki banyak rasa

Mungkin memang benar, di dunia ini kita tidak akan pernah memiliki semua hal yang kita inginkan, karena itu akan membuat kita menjadi serakah
Tapi hanya denganmu aku ingin serakah.
Aku ingin menciummu sampai habis napasku, aku ingin tidur dalam pelukanmu, lalu bangun di tengah malam dan memastikan kau mengenakan selimut
Atau- kita bisa berada di bawah selimut yang sama
Aku banyak belajar hal-hal besar darimu
Dimanapun kau berada, semoga kau sadar kalau aku selalu memikirkanmu.

21.7.18

There She Goes, There She Goes Away

She won’t ask you to stay because she’s already got a support system who loves her.
Really loves her.
Loves her for exactly who she is.
She knows the people who matter are the people who never even think about leaving.
She wants security.
She wants comfort.
She doesn’t want to waste time on someone she can’t count on.
She won’t ask you to stay because she knows her own worth.

Because after the rain she passed by, eventually she found a home.
Home that she's been away looking for.
Where she knows her worth and why does she choose to never looking back.
She felt pain after pain.
Now she's no longer in transit.

Menari Dengan Iblis

Mencintai Azen sama dengan tidak mencintainya sama sekali.
Tidak ada yang ingin mengenalnya lebih jauh.

Mencintai Azen tanpa henti juga berarti sama dengan tidak mengenalnya sama sekali.
Laki-laki itu bisa tiba di apartemenku malam hari saat aku menangis karena haid hari pertamaku yang mengerikan. Ia bisa membawakan sandwich tuna kesukaanku dan kita bisa menonton satu series sampai habis.

Azen yang dingin juga bisa sama sekali tidak datang saat aku menghubunginya dan saat aku membutuhkannya. Ketika aku sakit parah dan sangat sendirian dan aku meninggalkan ratusan pesan, ia hanya membacanya saja.

Di satu hari tubuhnya yang tinggi besar itu bisa menindihku dan menciumiku dengan penuh kehangatan dan rasa cinta.
Di hari berikutnya ia bisa mendiamkanku habis-habisan. Setiap memori indah yang kuhabiskan bersamanya selalu ku ingat setiap detilnya.

Sementara di hari-hari lainnya aku selalu menangis dalam kesendirian.

Mungkin ini kesalahanku untuk mencintainya sedalam mungkin sementara ia tidak. Bahkan ketika suatu hari ia mengatakan bahwa mencintaiku adalah suatu kemustahilan.
Azen bisa membuatku menangis habis-habisan sekaligus orang yang sangat kubutuhkan. Meski aku tahu yang ia inginkan hanya hubungan intim penuh rahasia antara kami berdua.

Ia adalah laki-laki yang pada pagi hari bisa meninggalkanku tanpa jejak dan berminggu-minggu tanpa kabar. Wangi sandalwoodnya bisa menempel di tubuhku berhari-hari, membuatku mabuk kepayang Aku selalu memaafkannya ketika ia datang kembali.

Melihat senyum di wajahnya, atau merasakan manis bibirnya. Aku begitu mencintainya sampai rasa sakit tak tertangguhkan selalu datang. Ia tidak muncul dalam waktu yang sangat lama, tidak satupun pesanku ia tanggapi.
Teleponku tidak pernah diangkat.

dan aku selalu merindukannya.
 Mencintainya sama dengan tidak mencintainya sama sekali
 Aku tidak mengenal siapa Azen sebenarnya.

 ***
Mobil-mobilan kecil itu berhenti tepat di depan tumitku. Aku berjongkok untuk mengambilnya. Tak lama seorang anak kecil menghampiriku.
 "Ini milikmu?" tanyaku pada anak laki-laki itu. Ia mengangguk.
Aku segera memberikan mainan itu padanya.

"Terimakasih," katanya. Senyumnya familiar. Hatiku berdegup.

"Ayo Raf, kita pulang. Mama sudah selesai berbelanja!" Seru suara berat yang menghampiri anak itu.
Suara yang sudah lama sekali tidak aku dengar.
Aku mengangkat wajahku, menahan hatiku yang berdegup dengan keras.
Semetara anak kecil itu berlari ke pelukan suara yang ku rindukan.
Aku hanya bisa mengangkat alisku, tidak tahu harus apa.

Kalian sudah tahu bahwa pria itu Azen.

"Ayo Papa! Buruuu!" Seru anak itu.

Sementara Azen hanya tersenyum kecil. Aku merindukannya dan sekarang kami harus berpura-pura seakan tidak pernah terjadi apapun di antara kita, bahkan saling mengenalpun tidak.

Sementara aku hanya balas tersenyum kecil, kemudian berbalik badan. Menahan air mata yang akan tertumpah. Ia tidak pernah peduli aku mencintainya.

20.6.18

Catatan: Tentang Mencintai

Hai!
Sudah lama sekali aku tidak menulis catatan di blog ini. Banyak hal yang sedang berkecambuk di kepalaku sebenarnya. Tentang pekerjaan, tentang renccana melanjutkan studi, tenatang bagaimana aku melewati bermacam masa-masa kontemplatif yang mengubahku. Tetapi baiklah, karena blogku yang satu ini berisi catatan tentang cinta-cintaan, maka aku ingin membuat catatan yang relevan apabila bertahun-tahun dari sekarang ku baca kembali.

Jadi, mungkin kalian tahu, terakhir aku menjalin hubungan dengan seseorang, hubungan itu tidak berjalan dengan baik. Banyak orang yang mengatakan bahwa aku memberi terlalu banyak dalam hubunganku, sehingga mudah saja bagi partnerku meninggalkanku begitu saja. Membiarkan ia tidak mencintaku dan kemudian mencari orang lain.
Di mataku, mantan partnerku ini adalah orang yang berhati besar, sangat baik hati dengan idealisme yang sangat persisten. Sekilas orang mengatakan ia adalah pribadi yang kejam dengan meninggalkanku yang berusaha mencintainya mati-matian.
Tapi, aku melihat semuanya berbalik sekarang.
Hubungan kami sudah berakhir dua tahun yang lalu namun sampai beberapa saat aku masih tidak bisa melupakannya.
Agak terlalu lama buatku menerima kalau dia memang tidak pernah ditakdirkan untuk menjadi pasanganku.
Tapi ada satu hal yang aku pelajari dari hubunganku dengannya.

Aku menyadari bahwa akulah yang buruk dalam hubungan ini. Sekilas semuanya terlihat baik-baik saja. Aku memacari semua keinginannya. Aku ingin melihatnya sukses. Aku ingin menjadikan dia seseorang yang hebat.
Tanpa aku sadari, ini semua bukan tentang perasaanku melainkan tentang egoku.
Aku masih tidak mengerti bagaimana mencintai orang lain dengan tulus. Dalam hubungan kami, semua hanya ada obsesiku. Betul, egoku adalah ingin menjadi partner yang paling sempurna untuknya, bukan menjadi seseorang untuk dicintainya.

Ketika ia meninggalkanku, aku menangis karena aku merasa ia memutus cita-citaku. Padahal kesuksesan yang seharusnya partnerku raih adalah urusannya sendiri. Aku selalu ingin menjadi superior dalam hubunganku. Di situlah letak kesalahanku.
Kukira seharusnya aku hanya perlu menjadi partner, bukan leader apalagi superior.
Aku seharusnya berpacu dengan diriku sendiri dan partnerku mendukungnya. Semua seharusnya berjalan secara kasual.

Sekarang aku ingin sendirian\
Baiklah, bukan sendirian. Akan tetapi aku harus betul-betul tahu apa yang aku inginkan dari pasanganku.
Aku berdoa pada Tuhan, supaya orang yang baru akan hadir di saat aku sudah siap untuk memulai semuanya dengan baik.
Aku tidak terlalu memikirkannya. Maksudku, aku ingin saat aku sudah sangat siap menjadi seorang partner hidup untuk seseorang, kelak saat aku siap untuk mencintai dengan apa adanya.

Jakarta, 20 Juni 2018

30.4.18

The King

Hey King try to put out your crown
See if they still bent their knees for you?
Hows to live surround by ladies
While they only fuck with your four wheels
When simply they only like a guy in music while they were young
But they ain't listen to you

What if one day you replaced by a guy in suit and tie
Without money in your account
Now spilled it out
Like they care

See, King, how many girls at the club won't easily chase your presence?
While I effort nothing could get the best; but that's not my game
Ain't said my life is better than yours
But I put my priority like they care

King, How can you be so filthy yet so innocent
You said, "Better climb the stairs to get the stars."
But I see you floating on air
Yet, whatcha holding on?

What if one day you replaced by a guy in suit and tie
Without money in your account
Now spilled it out
Like they care
Like they care how you pay your bills
Like they care struggle of these past years
Like they care for the way I did
Like they care

12.4.18

Mesin Merana



Is anyone there? 
Oh- (Play) 

Who survived?
Somebody new?
Anyone else but you?
On a lonely night
Was a burning light
A hundred leaders will be born with you

And though I know, since you’ve awakened her again
She depends on you, she depends on you 
She'll go alone,
and never speak of this again

We depend on you, we depend on you

And though I know,
since you’ve awakened her again
She depends on you, she depends on you
She'll go alone, and never speak of this again

We depend on you, we depend

(I depend)
on you

I don’t know much about your life beyond these walls
The fleeting sense of love within these God-forsaken walls
And I can hear it in his voice, in every call;
"This girl who slept a hundred years has something after all" 

And though I know, since you’ve awakened her again
She depends on you,
she depends on you

I'll go on, and never speak of you again 

We depend on you, we depend on you

And though I know since you’ve awakened her again
She depends on you, she depends on you
She'll go on,
and never speak of this again

We depend on you,
we depend on you

13.2.18

Kopi, Teh dan Bunga-Bunga Saat Hujan

“Masih ingat saat dulu kita masih remaja?”

Saat kita berada di acara perkemahan, waktu kita masih menjadi anak pramuka.
Ku ingat waktu itu hujan turun, dan hanya kau yang meminjamkanku jas hujan milikmu untuk mengawasi tenda yang bocor. Kau membiarkan dirimu kebasahan namun tidak membiarkan setetes air pun jatuh di kepalaku.

“Itu sudah lama sekali bukan?”

Tapi hal sederhana seperti itu justru tidak pernah hilang dari ingatanku, kemudian aku mencarimu hingga bertahun-tahun.

Hei, kejutan!

Rupanya kau ada di situ. Tengah menghirup kopi panas sembari menanti hujan selesai. Kau sibuk berkutat dengan kertas dan laptopmu, tidak membiarkan seorangpun mengusikmu. Sedangkan aku hanya duduk mengamatimu sambil menyesap teh chamomile hangat.

Bagaimana bisa aku hanya melihat dirimu dari jauh seperti sekarang sedangkan untuk menghapus ingatan sesederhana itu saja sangat sulit?

Rupanya ada bayanganku yang lebih berani telah menghampirimu lebih dulu. Menyentuh lembut pundakmu dan membuat kau menoleh, memberikan senyuman yang sama saat kau meminjamkan jas hujanmu.

Kemudian dengan terburu-buru kau menyingkirkan segala kertasmu dan membiarkanku duduk di hadapanmu. Lalu kami bernostalgia dalam angan-angan ‘kita’.

Kau tertawa. Akupun juga.
Kau meringis. Demikianpulalah aku.
Katamu kau merindukanku, bertahun-tahun mencariku.

“Mudah sekali membuatku berhamburan bagai serbuk, Tuan.”

Kau menyesap kopimu dan aku menyesap tehku.
Kita larut bagaikan gula pasir dalam minuman hangat.
Larut dalam pikiran kita masing-masing.
 Larut dalam rindu yang sudah tua .

Kau tiba-tiba memecah keheningan.
Kau bilang kau tidak ingin kehilanganku lagi.
Biar bunga-bunga krisan warna putih di atas teras menjadi saksi.

Jangan biarkan aku hilang lagi. Jangan biarkan aku pergi tanpa mencari.
Selembut itu katamu.

Tapi rupanya aku tidak pernah seberani bayanganku. Bayanganku mundur, kembali di kursi warna cokelat tempatku bergeming.

Di luar, langit tampak semakin muram dan kurang bersahabat. Hujan bahkan terdengar semakin menghujam bumi dengan rindu. Rindu yang serupa denganku, meski nampaknya hujan lebih berani mengatakannya langsung kepada bumi. Sementara aku seperti pengecut diam di situ sembari menyesap teh dari gelas kartonnya dan membayangkan apalagi yang bisa dilakukan oleh bayanganku. Sedangkan kau masih berkutat di situ sambil sesekali menyesap kopimu.

Tiba-tiba ada pesan masuk dari ponselku. Pesan singkat dari orang yang selalu membentuk senyum di wajahku dan tidak pernah membiarkanku lelah mencari.
Ia datang saat hujan.
Menjemputku. Lalu berbagi jas hujan denganku di masa lalu.

Sekilas aku melihat lagi ke arahmu saat hendak pergi.
Tiba-tiba kau mengangkat wajahmu, lalu menyadari keberadaanku.
Tanpa menunggu lama lagi, ku tinggalkan bayanganku bernostalgia di situ.

21.1.18

Sometimes I'm Sure I Was Virginia Woolf

I feel pleasantly detached.
I could have been well content to take my evening’s pleasure in observation merely.
I open my book of astronomy, [and] dream of the stars a little

A Passionate Apprentice: The Early Journals 1897-1909