25.1.17

Tentang Karma Buruk

Karma buruk tidak seharusnya terjadi pada siapapun.
Aku sangat tidak menyukai sumpah serapah yang mendahulukan semesta seperti;
"Biarkan saja karma buruk kelak datang padanya!"
Aku tidak pernah marah bila ada orang yang menyumpahiku demikian, tapi aku tidak menyukai orang lain mengucapkan itu untuk orang yang ia tidak sukai. Menurutku, itu tindakan membenci yang tidak masuk akal.

Setiap kali aku menangis karena terluka oleh orang lain, orang-orang di sekitarku hampir semua mengatakan, "Tenang saja, suatu hari karma akan menimpanya."
"Tidak, aku tidak ingin hal buruk dan kepahitan seperti ini terjadi padanya," jawabku.

Aku tidak pernah setuju dengan hal itu karena aku selalu percaya, orang-orang yang datang dan berinteraksi denganku sudah atau akan mengalami berbagai hal dalam hidupnya.
Mungkin, kalau mereka mengalami kepahitan sepertiku, mereka tidak akan mampu melaluinya.
Atau mungkin, mereka telah mengalami kepahitan yang tidak pernah dan tidak akan pernah mampu aku alami.

Yang aku pelajari sekarang adalah bagaimana menghadapi setiap kesedihan karena orang-orang lain yang memberikanku pengalaman tidak mengenakan. Bagaimana caranya bekerja sama dengan diriku sendiri untuk tidak mengharapkan orang lain bersikap manis padaku.

Aku tahu, tidak mudah menjadi gadis tidak cantik, banyak sekali perlakuan tidak adil dan semena-mena terjadi pada gadis-gadis yang kurang menarik, tapi hal-lah buruk juga terjadi pada orang-orang yang berwajah menyenangkan. Seperti hujan yang turun bagi orang yang baik maupun jahat atau matahari yang bersinar untuk orang adil dan mereka yang curang.

Aku tahu, pemikiranku ini utopis, tapi aku tidak mau hal-hal buruk seperti apapun terjadi pada orang yang berarti untukku.

17.1.17

how could this love ever turning 
never turn its eye on me
how could this love ever changing 
never change the way I feel
Beck - Lonesome Tears (2002)

15.1.17

Sebeku Mawar Dalam Hiasan Resin

Kenapa kita tidak bisa memilih orang yang kita cintai?
Aku sudah memaksakannya, mencari segala macam hal-hal yang bisa kusukai darinya. Aku melihat hal-hal fundamental dari dirinya untuk ku sukai.
Pria ini secara fisik sangat menarik, cukup tinggi untuk mengimbangiku menggunakan sepatu bertumit tinggi, senyumnya sangat manis, kulitnya sedikit terbakar karena suka berolahraga, tubuhnya cukup atletis. Ia sangat ramah, berwawasan luas dan sangat sopan. Stabil dari segi finansial, pekerjaan yang baik, sudah mengantongi beberapa gelar pendidikan, menjadikan ia seseorang yang seharusnya ku sukai semudah membalikkan telapak tangan.

"Seandainya aku bisa, sedikit saja membalas perasaanmu," kataku pelan. Sangat pelan karena aku takut sekali melukainya. Pria ini seharusnya mendapatkan seorang gadis yang satu juta kali lebih daripadaku, ia sangat berhak mendapatkannya.

Ia hanya tersenyum kecil dengan tatapan nanar. Kulihat ia menyerah.

"Aku tidak bisa memaksa kan?" tanyanya yang hanya memberikan pernyataan.

"Aku sudah berusaha dan aku belum berhasil. Aku tidak mau menyakitimu meskipun aku sudah melakukannya tanpa sengaja," jawabku hampir menangis.

"Ayo, ku antar kau pulang. Biarkan aku mengerti perasaanmu. Kau sudah merelakan orang yang sangat penting buatmu, biar aku menahan sedikit keinginanku untuk bersamamu." katanya dengan lembut. Kemudian ia merangkul bahuku.

Dua hari kemudian, Pak Pos datang ke kediamanku menyampaikan sepucuk surat dan sekotak kecil hadiah berwarna biru yang ditujukan untukku. Seusai aku mengucapkan terimakasih, aku berlari ke kamarku.

Aku membuka surat tersebut dengan hati hati, tulisan yang rapi dan klasik.

Untukmu,

Biarkan saja aku mencintaimu. Aku tidak meminta apapun lagi darimu. Aku tidak memintamu untuk mencintaiku juga, sebab aku tahu, itu hal yang sangat berbeda. Ku mohon, jangan pula kau merasa kasihan padaku, apalagi hingga kau sedih seperti waktu kemarin. Jangan kasihan padaku, sebab mencintai orang sepertimu bukan suatu hukuman dan aku sama sekali tidak menderita. Sebaliknya, aku justru semakin bertumbuh. 

Setiap kali aku mencintai seseorang, aku terus belajar. Aku menyukai caramu yang tertawa dengan bebas dan aku mengerti bahwa aku tidak akan menjadi alasan mengapa kau tertawa. Aku menyukai caramu berekspresi, melalui gambar atau melalui lagu-lagumu yang terus ku putar di spotify meskipun aku tahu, aku bukan yang kau pikirkan saat kau menuangkan semuanya. Aku mencintai setiap sentimeter sanubarimu dan menyadari bahwa aku tidak pernah menjadi bagian dari hal itu. "Aku mencintaimu" dan aku belajar untuk menyadari kalau kau tidak pernah mengatakan hal itu untukku.

Karena kau sendiri yang mengajariku, ketikaku mencintai seseorang aku harus bersungguh-sungguh tanpa mengharapkan kembali. Cinta satu arah, semua tentang memberi. Itu katamu dan kukira itu benar. Ketika aku mencintai seseorang, hati akan selalu memberi tanpa pamrih, dan sepongah apapun idealismeku, aku akan menyerah tanpa perlawanan. Sehingga, satu pintaku untukmu. Biarkan aku mencintaimu meskipun kau sebeku mawar dalam hiasan resin.

Air mataku meleleh dan aku menangis lagi tanpa suara. Ini kali kedua atau ketiga aku merasakan sepahit ini tidak bisa membalas cinta untuk orang lain. Kemudian aku membuka kotak berwarna biru. Di dalamnya ada hiasan resin yang di dalamnya terhadap awetan mawar kecil. Entah ia menemukannya dimana.

"Tuhan, biarkan aku bisa mencintai orang yang sungguh-sungguh mencintaiku." aku berdoa dan segera menghapus air mataku.

Tak lama aku menekan layar ponselku, menghubunginya.

"Hei." sapaku berusaha tidak tengah tersedu.

"Hei. Ada apa?" suaranya sangat ramah saat menjawab telepon dariku.

"Aku sudah menerima kiriman darimu. Terimakasih kau sudah mau repot-repot." kataku berusaha menyusun kata-kata.

"Lalu?" tanyanya.

"Berikan aku waktu untuk membereskan diriku sendiri. Mungkin kita bisa bertemu tiga bulan lagi di tanggal yang sama dengan hari ini?" tanyaku.

"Apapun bisa terjadi dalam tiga bulan kan, Laras?" tanyanya dengan lembut.

"Apapun bisa terjadi. Kau bisa menjinakkan perasaanmu atau mungkin aku yang jatuh cinta padamu." jawabku tenang.

"Tapi bagaimana kalau keadaannya berbalik? Kau nanti patah hati lagi." Ia terdengar sangat khawatir.

"Tak apa. Kalau keadaannya berbalik, aku belajar dan bertumbuh juga karenamu." kataku.

"Ini alasan mengapa aku selalu menyukaimu." katanya.

"Apa kau tengah sibuk?" tanyaku, aku khawatir sedang mengganggunya.

"Ya, sebenarnya aku sedang di tengah-tengah sesuatu. Tapi, baiklah, bulan April ya?" ia memastikan.

"Tentu. Satu hari di bulan April. Sudah dulu ya, sampai jumpa!" pamitku.

"Iya, sampai jumpa." katanya. Kemudian sambungan teleponku putuskan.

Aku akan merapikan semua kekacauan yang ku buat.
Ingatkan aku, satu hari di bulan April, aku akan menulis lagi tentang ini.