27.6.16

The Mundane Kind of Love

I have a mundane kind of love.
I was falling down in love with this kind of ordinary guy last year on exquisite evening.
Then I fell in love with him more and more each day.

Sometimes this kind of mundane love breaking each other heart.
Sometimes I hate him.
Sometimes its too frustrating, then we give up in another time.
We often fight against each other of anything,
We have a lot of serious logical discussion of irrational stuffs, we argue and feed our ego.
Most of the time I could merely sit down all alone and shedding the tears
Often I wonder, why ought to I stay with this cursed relationship?
Do I date an onion? Why do I cry almost everyday?
or why do fight we had always tormenting and-yet so much it hurts?
And fighting we have always consuming the pain and yet confiscate the time?
Then it always crossed in my mind to leave him for good.
Sometimes I utter him about walk out from his life and ask to stop seeing each other.

There comes another time to sit down and contemplate, those pensive time to clear thoughts.
I keep wondering, what I can do without him?
Will I be fine? and those massive thought about how I don't wanna go those mundane days without this ordinary kind of love.

Someday, I will let him know that he's very essential in my part of mundane life.
I always wait to received his text everyday with kisses emoji. I can't even wait to spend the whole regular weekend to see each other.
I'm waiting my phone to ring, to hear that either he has an exciting day and composing his dream or exhausting day that makes him sleep earlier. I wait for i love yous from his lips, and dozen kisses when we meet.

This is the mundane kind of love I have.
The love that my mom or grandma has too, love of common couple feels so.
Love that wasn't like a fairy tale.
Love that has no clue why people keep loving their significant other.
Love that I want to stay forever with.



25.6.16

See It On Your Side


I got feelings, everybody's, I can't take it 
If it's more than what you had before I come around 
As I said I'm gonna feel, not gonna fake it 
I'm not done but I should need it more than half the time

Mirthless

I hear a cry that torn my heart, the tears from you
Every single time I see you shredding the tears
I rendered those of time where I put you right in this situation
I'm the one to blame

22.6.16

Closer

Get closer to me
A lonesome, a clueless thought
Stay in my arms
Don't ever set me free
Interfere the Saturnian to brought back the blithe
The self-declared happiest girl on earth is no longer here

The Final

 Finally I earned the degree


It always seems impossible until its done,
it was no less
but I couldn't be more grateful than that

4.6.16

No Other Way

Have you ever meet somebody that doesn't want to hear you tormented and--he always shed tears when you upset, try so hard to put smile on your face, tell you that he frustratingly loves you and letting you go to find a happiness --but instead of you, you just can't fall for him, you'd rather stay with somebody that makes you desolated on regular basis; a miserable guy that his-ex you've always been compared with; a selfish man; and boast of his works, jobs and talent, and everything he's done in his life, the guy that complaining on almost everything, and you-- you take no granted for everything, he doesn't even care about you. You're settling with this kind of tyrant.
You always know, you won't change anything. You've already tried so hard to fall, but you never will.
You'd better should go.

Go on, darling. Live a life to the fullest.

2.6.16

Kaki

Kakiku pedih menembus duri pilu
Rasanya seperti terbakar
Alas kaki tidak pernah cukup berhasil melindungiku
Kakiku sudah penuh kapal yang nyeri menjadi darah
Darah-darah mengalir perlahan hingga meresap ke tanah
Di dalam tanah, darahku memberikan hidup bagi tanaman
Kini tanamannya berdaun warna merah
Ketika jalanku belum habis benar
Tapi kiamat sudah menghampiri di depan wajah
Ku belum berusaha

Adi, Sahabatku

Adi, Sahabatku, usiamu belum genap sepuluh
Tapi kau harus tahu di mana ibumu meletakkan perhiasannya
Perhatikanlah ia saat habis bersolek hendak ke pesta
Pastilah ia mengenakan perhiasan terbaiknya

Adi, sahabatku, meski kau belum paham apa itu uang
Kau harus cerdik, untuk merengek pada Ayahmu
Sebab ia memiliki hampir segalanya di dunia ini
Termasuk dengan menindas keluargaku dan keluarga teman-teman kita

Adi, sahabatku, jangan mencoba pahami apa itu kehidupan
Setelah aku berhasil mengambil semua milik orangtuamu
Aku akan menghabisimu
Anak kecil sepertimu sangat tidak pantas untuk hidup di dunia yang sengit
Kalau kau tumbuh melewati usia lima belas kelak
Mungkin kau akan jadi tirani

Birokrasi

Sepeda tua ku kayuh
Bermodalkan jas usang dan sepatu bertambal
Dalam tas kulitku yang sudah mengelupas ku bawa sejumlah bukti
Bukti-bukti nyata untukku bisa kembali
Mengakui kembali rumah yang dulu ku tempati
Bersama istri dan kedua buah hati

Aku terduduk di depan gedung angkuh itu menanti hingga pukul sepuluh
Sampai pada waktuku menghadap pengadilan yang agung
Menuntut kembali apa yang menjadi milikku
Menuturkan pada mereka bagaimana semuanya telah menjadi debu
Sementara sekeluargaku kini tak punya tempat berteduh
Mereka menanggapi dengan acuh dan bilang dokumenku tak berlaku
Kecuali kalau ku bayar lima ratus ribu

Abangku dan Perang

Abangku mungkin bisa pergi dengan gagah
Senapan tergantung di tubuhnya
Ibu memeluknya dalam baju safari kebanggaan Ayah
Abangku akan pergi ke medan perang
Kadang penguasa tidak pernah paham
Bagaimana aku menyaksikan kepergian Abangku dengan pedih
Abangku pergi ke tanah yang tidak pernah dijanjikan
Ia hendak menukar darah dengan penyiksaan
Aku melihat punggung Abang waktu itu
Usiaku belum genap sepuluh tapi aku tahu ia hanya menyongsong penderitaan
Ketika aku melihat senyum terselip di bibirnya Ayah dan Abang tidak pernah sadar
Kebanggan mereka tidak pernah berarti
Katanya abang akan pulang tiga bulan lagi
Ibu akan setia menanti dan menjahit baju untuknya
Sementara Ayah pensiun dini
Abangku hendak tidak kembali
Sayup melambat suara tembakan membuncah bumi diikuti suara Abang merintih

Putih

Dalam mimpi semalam aku melihat warna hitam
Lalu warna hitam menjadi kelabu
Lalu warna kelabu menjadi putih
Kelamaan warna putih itu bersinar
Warna putihnya memberikan keselamatan bagi orang mati
Lalu ku lihat Ibuku tengkurap memeluk matahari
Kemudian mataharinya pudar

Aku melihatmu dalam peti
Di dekat peti terdapat cermin dan aku menemukan diriku bersayap
Sayapku berwarna hitam pekat
Lalu warna hitam pekat menjadi kelabu
Lalu warna kelabu menjadi putih
Kelamaan warna putih menjadi bersinar
Lalu ibu memelukku
“Ayahmu mati,” bisik Ibu

Hantu

"Bagaimana kalau kita hanya menyukai seseorang dari fisiknya saja?"

Itu idemu yang kau bilang menarik
Aku menatapmu tanpa mengukir bentuk apapun di wajahku
Kemudian kau memalingkan pandanganmu tidak peduli
Kau tidak memintaku berpendapat
Aku tahu bahwa aku tak pernah sementara saja di sana
Setiap kali hanya mendengarmu bercerita
Tanpa memberi sedikit celah untuk pita suaraku bergetar
Tapi wajahmu selalu mengukirkan kekecewaan
Meyakinkan kalau kehadiranku nisbi

Stasiun

Aku selalu menyukai berpergian dengan kereta
Melihat siapapun sibuk dengan hiruk pikuk
 Memahami setiap bentuk aktivitas yang kutemui di situ
Aku tak akan pernah bosan duduk menunggu kereta datang
Melihat orang berlalu lalang sedang aku hanya sendiri
Menanti

Pembicaraan Pukul Tiga Dini Hari

Aku terbangun pukul tiga dini hari
Tolong bawa aku kembali ke alam mimpi
Di mana setiap manusia berada dalam kedamaian dan nihilisme
Mereka semua memiliki sepasang sayap
Sayap mereka bisa membawamu terbang tinggi
Tetapi, sesuatu yang lebih damai justru kutemukan dalam dirimu
Ketika kau memejamkan mata dan tanpa sadar membawa kita ke dalam Firdaus

Idola

Sepertinya malam ini aku pulang larut
Ku bilang pada Ayah bahwa ada tugas yang harus ku selesaikan
Membual pada Ayah tak akan ada salahnya
Ini kesempatan langka
Saat aku bisa bertemu idola yang sesungguhnya

Pujaanku bermulut manis dan berwajah tampan
Tubuhnya harum dan memikat
Terbentuk dari citra dewa Zeus
Tak seorang pun mampu menolaknya
 Hatiku berdegup saat pertama kali menjabat tangannya
Tanganku dingin hampir membiru
Ku sebutkan namaku lalu ia mengulanginya
Seakan ia peduli pada apa yang ku rasakan

Kemudian ia menarik tanganku
Membawaku ke tempat remang
Matanya buas dan tak ampun
Membiarkan tubuhku melolong tak berdaya
Ditindihnya tanpa ikatan
Melumatku dalam satu tarikan napas
Membiarkan tidak berdaya
Menuntaskan nafsu

Mengapung

Untuk setiap hal yang membuatku tidak bernyawa
Meyakinkan bahwa nyawa tidak pernah ada artinya
Memejamkan mata dan berikhtiar
Terlambat untuk meminta maaf
Menembus detakan waktu yang tersisa

1.6.16

Nepotisme

Jangan menyerahkan, bukan jangan menyerah
Mereka yang menggerogotimu tidak akan pernah memilikimu
Tirani hanya menyiksamu dengan perlahan, angkuh dan tanpa ampun
Maka jangan pernah serahkan dirimu

Balet

1
Maria ingin menari balet
Tapi Ibu tidak punya uang
Ibunya hanya seorang pedagang gado-gado
Penghasilannya hanya cukup untuk kebutuhan hidup

2
Pucuk dicinta ulam pun tiba
Tetangga Maria menawarinya ikut menari di sanggar
Maria suka cita dan rajin menari setiap minggu
Ia berlatih dengan sangat baik hingga terpilih menjadi lakon utama
Waktu itu Maria harus membawakan tarian tentang gadis kerudung merah dan serigala
Ia tetap berlatih dengan baik hingga saatnya tiba

3
Hari pementasan semakin dekat tetapi Maria tak punya sepatu balet yang bagus
Tak ada yang mau meminjamkannya sepatu
Maria sangat sedih dan putus asa
Ia berniat untuk mengambil uang milik Ibu di warung
Ibu menangkap basah saat Maria mengambil uangnya
Ibu sangat marah, sedih dan kecewa sebab Ibu sudah tak punya uang lagi
Tapi Maria tidak peduli, ia justru marah kepada Ibunya
Ibunya mengalah dan membiarkan Maria mengambil semua uangnya untuk membeli sepatu
Maria membiarkan Ibunya merana

4
Di hari pementasan Maria menari dengan sangat baik dan anggun
Lampu-lampu berwarna menyorotnya, menjadikan ia sebagai bintang
Sayang Ibu tak bisa menontonnya sebab Ibu tak punya uang untuk pergi ke pementasan
Kilatan lampu, kertas mengkilap berwarna-warni, hujan tepukan, kembang api
Penghujung acara selalu luar biasa
Tapi kerap melupakan bahaya
Ketika baut mengendur
Lampu sorot di atas panggung jatuh dalam sepersekian detik
Semua orang terkejut beberapa memekik, beling berhamburan kemana-mana
Darah bersimbah kemana-mana

5
Besi penampang layar panggung tepat jatuh di atas Maria
Seketika, sewarna dengan kerudung merahnya

Pelayan

Anak-anak selalu mengira mereka tidak hidup
Sudah datang sebelum lampu dinyalakan
Tengah berbenah saat lampu sudah dimatikan
Tidak pernah terlihat bergerak sejengkal dari balik etalase

Kadang ku berpikir seperti anak-anak
Seakan mereka tak punya kehidupan
Lalu orang bisa saja marah kapan saja saat mereka salah
Melempar apa saja yang ada di hadapannya
Seakan-akan kalau mereka mesin tanpa hati
Tapi mereka melayani dengan ikhlas

Kadangku berpikir seperti anak-anak
Seakan mereka tak punya kehidupan

Retorik

Tuhan bilang salah
Tapi itu kata pemuka agama
Kadang aku berpikir keras
Bagaimana cara Tuhan bilang pada mereka
Padahal aku juga insan yang sama dengan mereka
Baik dan benar, buruk dan salah
Semuanya relatif dalam substansi

 Tuhan bilang nikmat adalah dosa
Tapi itu kata Ibuku
Haruskah aku percaya
Sebab surga di telapak kaki Ibuku
Kalau begitu surga juga bisa ada di telapak kaki Ibu Ibuku
Atau juga telapak kali Ibu teman-temanku atau temannya Ibuku
Tapi bisa saja Ibuku bohong
Atau bisa saja memang surga berjumlah banyak

Tuhan bilang aku harus ibadah
Tapi itu kata Bapakku
Kalau ku bersimpuh tiap hari dan berserah maka akan dapat imbalan
Sebenarnya tuhan ini retorika yang kabur

Pada bilang tuhan begini tuhan begitu
Janjinya tuhan bilang akan berikan surga
Jangan-jangan surga memang sedang masa promosi

Menyadur

Ada sebuah karya yang ditinggal pemiliknya tak bertuan
Kepada siapa bumi bertuan
Menyambung makna atau sekedar luapan
Menitik pena di awal bulan

Di rumah tak bertuan ada pena mengering
Berikut kertas putih menguning
Lalu datang seorang anak kurus kering
Menemukan fakta isi kertas kuning

Membaca dan memekak telinga hati
Lalu menuliskan kembali dalam kertas polos dan bersih
Karya tak bertuan diambil alih
 Penulis sebenarnya tak pernah peduli
Namun Tuan sangka ini cukup berarti
“Tuan penulis, bolehkah ini ku ambil?” tanya si kurus kering
Tuan penulis bergeming, tapi si kurus tetap menyalin

Refrain

Ada yang lebih menyeramkan
Dari pertengkaran terburuk kita
Saat tidak terjadi perkara
Tapi kita sudah tidak bisa beriringan

Cinta tidak pernah cukup
Kalau kita tidak seirama
Biarkan saja,
Yang tadinya satu menjadi dua
Tak punya alasan untuk singgah

Leaving

I dont want any break up
But our internecine conflict continues to extract a terrible toll on our plans
Our desultory debates got none
Frankly, I'm in doubt