2.12.16

Tentang Sayap-Sayap Yang Takut Pada Angin

Dalam mitologi Yunani kuno dikenal seorang pembawa pesan antara Dewa dan Dewi dengan manusia bernama Iris. Ia selalu dilambangkan dengan pelangi, seiring dengan bertemunya matahari dengan bumi selepas langit dirundung kesedihan. Iris selalu berusaha menyampaikan banyak kabar baik kepada makhluk bumi. Iris dalam deskripsi orang awam berwajah sangat datar, memiliki sayap untuk mengakomodasinya dari satu tempat ke tempat lain dan dari tangannya sering keluar spektrum warna yang cantik guna menyampaikan berbagai kabar.

Suatu hari di pertengahan musim dingin, Iris, sang pembawa pesan menjatuhkan sayapnya ke atas bumi. Tidak apa-apa ia memang sengaja ingin membuang sayapnya ke atas bumi, toh, suatu hari nanti kalau Iris mau, ia bisa menumbuhkan sayapnya kembali. Kebetulan sepanjang tahun ini pekerjaan Iris sangat melelahkan, ia harus berpindah dari satu tempat ke tempat yang lain dalam waktu sesingkat mungkin dan hal itu membuat sayapnya jadi cepat usang.

"... tapi Iris, aku masih sanggup menemanimu berpergian," pinta sayap kiri Iris. Iris hanya tersenyum dengan bijaksana.

"Kau mungkin masih sanggup, sayap kiriku yang gigih, tapi sayapku harus bekerja seimbang kiri dan kanan," kata Iris.

"Maksudmu, kau bilang aku tidak bekerja dengan baik?" tanya sayap kanan dengan datar, sedikit banyak ia merasa tersinggung.

"Kalian berdua telah bekerja dengan baik, rajin, patuh dan hebat, sayap-sayapku. Aku berterimakasih kepada kalian. Tapi aku harus beristirahat setelah sepanjang tahun ini lelah menyampaikan berbagai macam pesan." kata Iris dengan sabar.

"Apa yang akan terjadi pada kami kalau kami tak lagi bersamamu, Iris?" tanya sayap kiri Iris dengan khawatir.

"Kalian akan baik-baik saja. Kalian akan terjun ke bumi dan kalian akan menjadi sesuatu yang sama sekali baru," jawab Iris.

"Tapi kami sesungguhnya takut, Iris." sayap kanan mengakuinya. Ia bergumam nyaris tidak terdengar.

"Apa yang kalian takuti?"

"Angin," jawab mereka hampir serentak.

Iris terbelalak. Bagaimana mungkin mereka berdua justru takut dengan teman baiknya selama ini. "Bagaimana mungkin kalian takut pada angin yang sangat hebat itu?" tanya Iris.

"Menurutku ia kasar, kalau tidak ada kau, ia pasti membawa kami kemanapun yang ia suka. Berapa kali kami harus berusaha sekuat tenaga melawan angin. Mereka sangat menusuk dan menyakitkan kami." sayap kanan dengan jujur mengatakannya.

"Sekarang apa lagi yang membuat kami usang kalau bukan karena tekanan udara yang kejam dan angin yang tidak mengenal ampun." tambah sayap kiri khawatir.

Iris tersenyum. "Ku kira inilah saatnya kalian mengenal Tuan Angin dengan lebih baik." Sahut Iris. Satu persatu ia melepaskan sayapnya. Di mulai dari sayap kanan yang jauh lebih tenang dari segi emosi dan kemudian sayap kiri yang lebih meledak-ledak.

"Kalian sangat baik dan hebat, kelak kehidupan di bumi akan memberikan kalian hal yang baik juga. Berjanjilah padaku kalau kalian akan menjadi sayap-sayap yang hebat dalam wujud apapun itu," bisik Iris pada kedua sayapnya yang tampak tak rela melepaskan Iris.

"Kami akan merindukanmu, Iris. Selamat tinggal!" salam kedua sayap itu.

"Selamat tinggal," jawab Iris yang kemudian melepas kedua sayap itu sehingga mereka terjatuh bebas ke atas bumi.

Kedua sayap itu jatuh tanpa terkendali memasuki bumi. Sayap-sayap itu kemudian bertemu kembali dengan angin yang kasar dan angkuh. Mereka berdua terhantam dan terpukul tanpa bisa melawan karena angin sangat kasat mata. Hingga angin berbisik kepada mereka, menyambut kedatangan mereka ke bumi.

"Halo, Yang terbuang! Pemilik kalian sudah membenci kalian ya?" tanya angin dengan kasar yang menghembus mereka berdua.

"Tidak, Iris tidak membenci kami. Kami memberi Iris kesempatan untuk beristirahat," kata sayap kiri dengan berani.

"Sungguh?! Lalu kenapa kalian tampak muram? Apa kalian takut padaku?" tanya angin.

Kedua sayap itu tampak gamang, sedikit banyak mereka ingin mengakuinya, tapi mereka harus tampak gigih dan berani seperti saat bersama Iris.

"Tidak. Kami tidak takut padamu bahkan kami tidak takut apapun dan kami berdua adalah sepasang sayap yang hebat." jawab sayap kanan. Mencoba menghapus setiap ketakutan yang mereka berdua sebenarnya miliki.

"Ah ya, mari kita lihat apa kalian masih cukup berani bila kalian berdua terpisah." ide angin yang kemudian meniup mereka ke dua hemisfer yang berbeda.

Tanpa sempat mengucapkan kata perpisahaan, kedua sayap tersebut ke dua tempat yang berlawanan sehingga sangat tidak mungkin untuk mempertemukan mereka berdua. Kedua sayap itu menjadi sangat lemah dan semakin lemah hingga mereka tak berdaya tersungkur kepermukaan bumi yang amat permai.

Saat menyentuh permukaan bumi, sayap-sayap itu berubah menjadi bentuk yang lain. Sayap kanan lebih beruntung, saat ia menyentuh permukaan bumi, ia berubah menjadi seekor elang alap yang mampu terbang tinggi dengan gagahnya. Sayap kanan membutuhkan angin hampir sepanjang waktunya. Saat itu, sayap kanan juga menyadari bahwa angin sangat baik hati, hanya saja memang angin sangat usil dan sedikit sombong, tapi tak apa karena itu yang membuat angin sangat menarik dan menjadi sahabat karibnya.

Akan tetapi nasib tidak terlalu baik kepada sayap kiri yang menjadi manusia saat ia menyentuh permukaan bumi. Ia termenung di jendelanya, mengamati angin yang bertiup di antara dedaunan dan membawa daun-daun tersebut pergi entah kemana. Cuaca memang sedang tidak baik di luar dan memaksa sayap kiri tetap tinggal di ruangannya yang hangat dengan secangkir kopi dan kesendirian. Ia masih muram, membenci angin, dan tersenyum sekedarnya kepada siapapun.

Kadang ia masih suka bermimpi tentang sayap kanan, tentang Iris dan pelangi-pelanginya, atau apapun dalam kesendiriannya. Kadang ia berpikir, seandainya saja Iris tahu apa yang sayap-sayapnya alami, pasti Iris menyesal melepaskan mereka berdua.
Sayap kiri tak pernah menyukai ide tentang kategorisasi, pemecah-belahan ataupun pengasingan, mungkin karena ia adalah produk kesengsaraan dari sebuah perpisahan. Ia menyukai segala ide tentang kesatuan, ketidakpecahbelahan, dan kesamaan.
Fakta pahitnya, tidak ada satupun manusia yang benar-benar rigid menjadi satu atau benar-benar terpisah. Pandangan samar-samar ini membuatnya gusar. Mungkin itu juga yang menjadikannya ia hanya percaya pada kesatuan yang paling utuh, yaitu dirinya sendiri.

Sayap kiri tetap sendiri dalam setiap kemurungannya. Sayap kiri tidak tahu bahwa selama ini angin berbisik padanya bahwa angin sangat ingin bersahabat dengannya. Kadang memang angin tidak pernah tahu bagaimana cara menyampaikan niat baiknya pada sayap kiri sebab ia lebih dingin daripada daerah sebelah timur Antartika. Sayap kiri menghindari angin, membencinya.

Kadang angin berusaha meniup sejuk di wajah sayap kiri yang kemudian hanya dibalasnya dengan tundukan kepala. Kadang angin bersama lebah-lebah dan burung-burung isap madu dan kolibri menunjukan padanya bunga-bunga aneka warna yang bersemi tapi sayap kiri tidak pernah menyadarinya. Kadang angin usil membawa kabur topi atau kertas-kertas yang ia pegang, namun yang didapatkan angin hanya caci maki kebencian dari sayap kiri.

Sayap kiri tidak pernah tahu angin hanya ingin meminta maaf dan ingin memulai persahabatan dengannya.
Sayap kiri tidak pernah tahu, atau barang kali, belum tahu.


Jakarta, Desember 2016


No comments:

Post a Comment