"Jangan memaksakan kehendakmu. Semuanya akan menjauh, sepertiku. Jangan memaksa." Kau mengatakannya memintaku untuk melepaskanmu.
Aku menyerah dan memberikanmu senyuman paling baik. Air mataku sudah habis, segala hal mengenaimu semakin menjauh dari realita terkasarku, namun semakin mendekap realita terhalusku.
Tidak pernah ada yang tahu apa yang membuatku mencintaimu dan itu akar setiap permasalahannya. Mungkin ada sejuta hal yang membuatku kagum padamu dan itu membuatku semakin mencintaimu.
Tapi ada satu rasa yang tidak pernah berubah, jauh di kedalaman dan kegelapan sudut batinku.
Satu rasa yang bersifat searah, yaitu tentang memberi. Aku hanya ingin memberi semua hal yang aku punya untukmu, tapi ternyata lima ratus persenku hanya lima persen untukmu. Memberikanku terlalu sedikit waktu.
"Tapi kita sebenarnya hanya sebentar, bagaimana bisa pengalaman kita terlalu banyak buatmu?" Tanya kau yang seperti tidak punya ingatan apapun tentangku.
"Aku tidak lupa sedikitpun pengalaman kita, bagaimana bisa kau tidak mengingatnya sedikitpun?" tanyaku lirih.
"Sebaliknya, aku tidak ingat apapun mengenai kita," Kau mengatakannya seakan aku ini lebih tak terlihat daripada angin yang menyentuh wajahmu.
Aku terkatung sendirian. Lama. Air mata telah kering, tapi luka semakin membusuk di dalam.
"Aku akan menunggu untuku, sampai batas waktuku," kataku.
Sekarang satu-satunya yang bisa kulakukan hanya memberikan kebebasan dan kedamaian untukmu. Aku tidak sejengkalpun pergi atau menjauh. Aku hanya akan tetap menunggu, sampai tidak ada lagi yang bisa kusisakan bahkan dalam jejak-jejak bayanganmu sekalipun.
"Jangan menungguku, aku tidak akan pernah kembali lagi padamu," katamu.
Menunggumu adalah satu-satunya hal yang tidak aku paksakan. Aku membiarkannya begitu saja, biar rasa ini yang menjawab semuanya juga. Mungkin aku memang hantu buatmu yang terlalu dalam di ketiadaanmu.
Terlalu tidak cukup untukmu.
No comments:
Post a Comment