6.5.14

Mengenai Seorang Lelaki yang Tidak Pernah Tahu Bagaimana Rupanya Saat Ia Tertidur

Waktu itu, waktu wanita itu menulis dengan pena yang dibelinya minggu lalu di sebuah toko tidak jauh dari tempatnya menuntut ilmu, ruangan disekitarnya sedang remang. Jam sedang menunjukan pukul satu dini hari. Ia tidak tertidur. Ia hanya membiarkan dirinya terduduk di depan mejanya dalam keadaan separuh telanjang. Pikirannya kacau dan juga hatinya. Tapi tidak ada yang pernah tahu kalau ia bisa saja menangis bahkan ketika dia tidak bisa.

Dua problema sederhana yang berkolerasi menjadi suatu kerumitan.
Ia mencintai seorang lelaki yang tengah tidur di ranjang. Sederhana.
Lelaki yang sedang mengigau itu tidak pernah berusaha mencintai wanita ini, bahkan saat ia membuka mata ia akan melupakannya. Sederhana.
Wanita ini mengetahui mengenai perasaan lelaki ini. Rumit.

Wanita itu tidak kalut mengenai masa depannya, wanita itu tidak khawatir akan kepergian lelaki itu esok harinya. Tapi, ia takut kalau selamanya, hal yang telah ia ukir malam ini akan menjadi memori yang mengendap disepanjang hidupnya. Terlalu banyak penghianatan yang akan ia lakukan. Terutama menyakiti dirinya sendiri.

Wanita ini tidak pernah bisa membohongi perasaannya sendiri bahwa ia terlalu cepat jatuh cinta pada orang yang sedang tidur di ranjang itu. Di sisi lain, orang yang tidak tidur itu mulai membencinya, jauh bahkan sebelum ia mengenalnya. Membiarkan wanita malang ini berkali-kali menatap cermin dan memeriksa kerapihan batinnya. Berkali-kali pula ia menelaah wajahnya yang tidak cantik itu, dimana letak kekurangannya.

Dewata pernah bersabda bahwa makhluk paling mempesona adalah wanita, namun ia menyanggahnya dengan jelas. Ia seorang wanita yang tidak mudah untuk di kagumi. Ia seorang yang menyedihkan dan patut di kasihani, bukan di kagumi. Namun, sebaliknya, seorang lelaki yang tertidur di sana, yang sedang bermimpi dengan lelapnya begitu mudah untuk dicintai. Dunia mereka begitu berbeda.

Wanita itu tahu tidak ada ruang untuknya. Tidak pernah ada. Tidak akan pernah ada.
Kemudian ia mengenakan seluruh pakaiannya kembali dengan hati-hati, mencoba tidak membuat suara sama sekali. Menutup kembali seluruh bagian dari tubuhnya yang kini merupakan luka-luka yang menganga dengan lebar. Menyisakan hatinya yang terluka untuk tidak dikehendaki kehadirannya, melainkan hanya singgah sementara selama bulan masih ada tergantung di langit.

Kemudian wanita itu berjalan kembali. Ketempat dimana lelaki mempesona itu tidur dengan nyamannya. Bermimpi mengenai masa depannya yang indah dan menyenangkan, bersama orang yang selalu ada dan menjadi mimpinya.

Wanita itu mengecup pipi lelaki itu. Sekali. Dengan lembut. Ia tahu, bahwa lelaki ini tidak akan menyukai gadis yang tidak bisa menggunakan sumpit dengan baik.
Wanita itu mengecup sekali lagi. Ia tahu bahwa sejak awal lelaki ini tidak pernah cukup tertarik dengannya. Melainkan sekarang ia bisa melihat lelaki ini menghindarinya dengan tertidur dan membebaskan kembali mimpinya.

Dan satu kecupan terakhir. Paling terakhir, sebelum ia tidak akan menemui lelaki yang ia sukai ini. Kemudian ia membiarkan matanya memotret wajah polos dihadapannya.Wajah figur seorang lelaki pekerja keras yang juga menyenangkan. Namun, esok pagi, sebelum matahari terbit, ia harus melupakannya, seperti bagaimana lelaki ini melupakannya.

Dengan sangat lembut dan perlahan, wanita yang tidak dapat menangis inipun pergi. Membuka kenop pintu dengan perlahan. Menyisakan malam seakan tidak terjadi apapun di muka bumi ini. Walaupun, jauh di dalam, tak pernah tampak, tak pernah diucapkan. Semuanya itu terpahat, selamanya. Dalam tubuh tak bersalah wanita itu.

Kemudian, ia pun pergi. Tidak pernah ada lagi ruang di sini.



Jakarta, Mei 2014

No comments:

Post a Comment