2.10.15

Mesin Waktu

Melihat Ardy kecil dari jauh merupakan hal yang selalu diidam-idamkan Laras.
Ardy kecil begitu menarik. Meski badannya kurus, rambutnya ikal, sedikit pucat dan mulutnya sangat tajam. Perkataannya tak segan-segan menyakiti hati siapapun, menunjukan karakter defensif dari anak kecil itu.

Semasa kecil, Ardy selalu tertarik pada serangga. Ia kadang membuat jurnal berisi analisa deskriptif mengenai hewan-hewan kecil itu. Kebetulan rumah Ardy berada di pinggiran kota, tempat di mana orang-orang dapat menemukan banyak serangga seperi belalang, capung, kupu-kupu dan ngengat pada siang hari. Malam hari pun banyak ditemukan kunang-kunang dan suara jangkrik.

Ardy kecil selalu menyukai berkelana di siang hari dan menangkap belalang, kemudian menelaah hewan kecil tersebut, kadang ia menyimpannya di dalam toples, tak jarang juga ia lepaskan kembali ke alam bebas. Ia paham sekali mengenai jenis-jenis serangga sampai buku jurnalnya penuh. Ibunya bahkan membelikan ia buku seri pengetahuan yang cukup lengkap.

Laras selalu menyukai anak kecil semacam ini, sampai kadang ia dapat membayangkan dapat menemui Ardy kecil dan duduk di sebelahnya. Mereka bisa saja duduk berdua di antara ilalang sambil menanti matahari terbenam. Mereka bisa bicara tentang apa saja sampai hari mulai gelap dan Ibu mereka memanggil mereka pulang.

Laras memutar kenop-kenop mesin waktu dalam bayangannya. Menjelajahi setiap waktu yang pernah dilalui. Lalu ia menuju ke tengah hari di mana Ardy kecil tengah bersungut-sungut dan menyendiri di antara ilalang. Mata Ardy kecil memerah, pertanda habis menangis. Laras tersenyum melihat Ardy kecil yang malang itu lalu mendekatinya dengan amat perlahan.

Ardy kecil sangatlah defensif, sebagai resistansinya ia akan menggunakan kata kasar untuk menyakiti siapapun yang hendak melukainya ataupun melancarkan pukulan-pukulan kecil yang dipelajari di kelas bela diri. Perkiraan Laras waktu itu Ardy kecil tengah berusia tujuh tahun, tentu Ardy kecil sangat rapuh. Tidak ada yang mengetahui apa yang terjadi pada Ardy kecil dan sebab ia menangis.

"Halo!" sapa Laras. Ardy kecil menengok dengan takut-takut. Ada orang asing di sekitarnya, di dalam pikirannya berkecambuk macam-macam. Ardy kecil bahkan menyangka Laras adalah penculik yang tengah marak diberitakan.

"Aku tidak boleh bicara pada orang asing," kata Ardy kecil dengan tegas sambil badannya membelakangi Laras, mulutnya mengkerut seperti mencibir. Meski badannya kurus, tapi pipinya sangat menggemaskan. Laras tersenyum melihat tingkah polah Ardy kecil.

"Ada apa denganmu?" tanya Laras dengan seramah mungkin.

"Kau ini tuli ya? Pergi sana! Aku sedang muak dengan semua orang." Usir Ardy kecil dengan galak. Bukan Laras namanya kalau ia gentar menghadapi anak kecil seperti ini.

"Apa ini tentang seranggamu?" tanya Laras lagi.

"Bukan urusanmu, sekarang cepat pergi atau..." mata Ardy kecil tampak mencari-cari sesuatu, lalu tangan mungilnya mengambil sebuah batu, "...atau aku akan melemparimu dengan batu sampai kepalamu bocor," ancamnya.

"Turunkan batu itu, anak manis. Sekarang duduklah, aku sama sekali tidak berbahaya." bujuk Laras dengan sabar.

"Tidak mau. Aku mau kau pergi!" usir Ardy kecil lagi. Laras sangat tahu bahwa anak ini menarik, matanya yang bengkak sehabis menangis menatapnya dengan intens. Tidak berubah dengan Ardy di masa sekarang saat mengatakan sesuatu yang sungguh-sungguh.

"Aku akan pergi setelah kau beri tahu alasan matamu sembab," Laras pandai bernegosiasi dan ia merasa tertantang dengan segala bentuk resistansi Ardy kecil.

"Semua orang tidak adil. Tidak ada yang adil di bumi ini. Sekarang kau harus pergi!" usir Ardy kecil lagi.

"Oke. Tapi, kalau ini semua tentang serangga-seranggamu, maka aku berterimakasih karena kau sudah melepaskanku," kata Laras berbohong. Laras selalu menyangka kalau anak kecil akan tertarik dengan fantasi. Ia kemudian hendak melangkah pergi, tetapi Ardy kecil justru menahannya.

"Apa maksudmu?" tanya Ardy kecil. Kena kau, Ardy mungil! Pikir Laras.

"Jadi apa yang terjadi padamu?" tanya Laras.

"Aku bertengkar dengan kakakku. Semua orang membelanya." kata Ardy kecil yang mulai menuturkan cerita. "Aku yang menangkap laba-laba itu, aku yang meletakannya di toples. Lalu Abangku menginginkannya."

"Dan kalian berebut?" tanya Laras.

Ardy kecil mengangguk. "Dan lalu laba-laba itu mati di bagi dua." kata Ardy kecil yang mulai menangis lagi, batu di tangannya pun jatuh ke tanah. Laras menghampiri anak itu dan bersimpuh agar tinggi mereka berdua sejajar. Kemudian dengan penuh rasa iba, Laras memeluk Ardy kecil. Ardy kecil tanpa sungkan mulai menangis tersedu-sedu.

"Tidak apa. Dunia memang tidak adil pada kita," hibur Laras.

Tak lama Ardy kecil mulai meredakan tangisannya perlahan. Ia pun melepaskan pelukan Laras. Lalu ia duduk dengan tenang di atas batu yang agak tinggi. Laras turut ikut duduk di sebelahnya. Melihat Ardy kecil mulai tenang.

"Coba ceritakan mengenai serangga kesukaanmu!" pinta Laras saat duduk di sebelahnya. Ardy kecil menatapnya dengan bingung, akan tetapi ia tidak berkata apapun melainkan mengeluarkan buku kecil dari sakunya.

"Ini buku ku. Aku menulis apa saja di sini. Semua hal mengenai serangga," kata Ardy kecil sambil menyerahkan buku jurnalnya pada Laras. "Serangga apapun kecuali kecoak." ujar Ardy lagi.

Selanjutnya, mereka terlarut dalam perbincangan mengenai serangga dan permainan yang Ardy kecil sukai. Mereka terlihat sangat akrab, bahkan Ardy kecil nampak mengendurkan resistansinya terhadap orang asing. Ardy kecil mulai menyukai Laras. Laras saat itu hadir dalam sosok gadis dewasa yang berusia hampir 22 tahun. Bagi anak kecil seperti Ardy saat itu, tentulah Laras sudah sangat dewasa.

Laras sungguh menikmati waktu berbicara dengan Ardy kecil. Mata anak itu selalu seperti mencari-cari sesuatu. Pertanda ia antusias dengan topik yang mereka bicarakan. Mereka bercakap-cakap tanpa terasa hingga hari menjelang petang dan matahari nampak mulai turun di ufuk barat. Ardy kecil merasa tak mau berakhir, tetapi ia harus pulang. Ia kini sudah tidak lagi merasa kecewa dan Ardy kecil masih memiliki hari esok untuk ia jalani lagi. Ada senyum dan tawa yang melegakan melihat anak itu segera melupakan masalahnya.

"Omong-omong, kau ini siapa?" tanya Ardy kecil penasaran sesaat sebelum ia hendak pulang.

"Kau kelak akan mengenal aku," kata Laras.

"Siapa? Aku tidak pernah melihatmu. Apa kau tetangga baru?"

"Menurutmu aku siapa?" tanya Laras lagi, memancing imajinasi Ardy yang paling dalam.

"Entahlah. Apa kau dari masa depan?" tanya Ardy kecil penasaran.

"Ya, mungkin saja." kata Laras. Ardy kecil nampak tak puas dengan jawaban Laras, ia kembali menerka-nerka.

"Oh, atau jangan-jangan kau adalah laba-labaku yang mati itu?" tebak Ardy kecil.

"Itu juga sangat mungkin," jawab Laras. Ardy kecil masih sangat penasaran.

"Ayolah. Aku kurang suka main tebak-tebakan seperti ini," kata Ardy kecil merengek hampir menyerah.

"Aku ini adalah apapun yang ada di pikiranmu," jawab Laras singkat.

"Apa kau nyata?" tanya Ardy kecil lagi.

"Bisa ya, bisa juga tidak."

"Apa kita akan bertemu lagi?"

"Tentu. Nah, sekarang, pulanglah. Berdamailah dengan kakakmu, kau sudah membuat satu laba-laba mati, buatlah kematiannya tak sia-sia dengan berdamai dengan kakakmu." bujuk Laras.

Ardy kecil menatapnya ragu, lalu ia hanya mengangkat bahunya.

"Aku hanya bisa bilang entahlah. Kau ini aneh," kata Ardy kecil yang kemudian bangkit dari atas batu dan mulai pergi meninggalkan Laras. Laras tersenyum kecil. Selang beberapa langkah kemudian, Ardy kecil membalikan badannya, "Tapi kata 'aneh' dalam kamusku artinya baik kok," lanjutnya.

Kemudian Ardy kecil segera berlari pulang ke rumahnya. Sedangkan Laras segera memutar kembali kenop-kenop di jam tangannya, ia hendak pulang ke dimensi dan waktu tempatnya berasal.

Sesampainya di rumah, tempatnya seharusnya berada, ia melihat Ardy dewasa tengah duduk di sofa, ia tengah memandangi laptop guna menyelesaikan pekerjaannya. Di telinganya terpasang headphones. Ia menyadari kedatangan Laras dan segera saja menurunkan headphone dari telinganya, membiarkan benda itu bertengger di pundaknya.

"Bagaimana perjalanan dengan mesin waktu?" tanya Ardy.

"Mengasyikkan." jawab Laras.

"Apa Ardy kecil menyebalkan?"

Laras tersenyum nakal. "Tanpa diragukan lagi!"

Kemudian mereka berdua tertawa.


Oktober 2015

No comments:

Post a Comment