23.2.15

Anak-Anak Anjing

Aku punya sembilan anak anjing, namun mati satu tinggal delapan.
Dua perempuan, keduanya lahir prematur dan sisanya laki-laki.
Mereka semua anak baik, selalu manis, namun mudah menangis
Suatu hari, aku yang sedang berkutat dengan pekerjaanku tidak sengaja mendengar pembicaraan mereka.

"Ibu-ibu-ibu. Di mana ibu? Kami butuh susu!" teriak anak-anak itu.

Mereka mencari ibu mereka yang tengah mencari makan untuk memberi mereka susu.
Akan tetapi mereka tidak sabar. Mereka terus menerus meneriakan nama ibu.
Ibu mereka terlanjur jauh mencari makanan padahal supaya gizi di air susunya seimbang.

"Oh, ibu sudah tidak sayang lagi pada kita," kata anak laki-laki yang lahir pertama.
Mendengar hal itu, anak-anak anjing yang lain langsung menangis tersedu-sedu.

"Ibu-ibu-ibu ibu sudah tidak sayang lagi pada kami," kata mereka dalam kesedihan. Tangis mereka memekak telinga. Beberapa dari mereka bahkan meronta-ronta, berteriak hingga memekakan telinga.

"Apa salah kami, ibu? Kami kan tidak nakal," tangis anak perempuan prematur yang pertama, tubuhnya kecil, lebih kecil dari anak yang manapun.

Perkataan si anak perempuan itu semakin membuat tangis mereka menjadi, meraung-raung dan menyakiti telinga siapapun yang mendengarnya. Aku sedang fokus dengan pekerjaanku merasa terganggu dengan tangisan mereka. Lalu aku memperhatikan mereka, semakin ku perhatikan mereka, tangis mereka semakin mengeras.

Tiba-tiba aku baru ingat sesuatu.
Aku belum memberi makan induknya. Itu sebabnya ibu mereka pergi jauh mencari makan. Betapa lalainya aku ini.
Dengan cepat aku mengambil dog food dan menuangkannya dalam tempat makan si ibu anjing, tak lupa ku tuangkan susu cair di tempat minum si ibu.
Lalu ku panggi ibu mereka. Dengan lincah ibu mereka menghampiriku dan melahap makanan dan susu sampai ludes tak bersisa.

Setelah itu, ibu mereka tampak kegirangan dan kembari lagi menemui anak-anaknya di kandang.

"Lihat! Ibu datang! Kita bisa minum susu supaya tidak lapar lagi!" seru si anak paling terakhir yang justru bertubuh paling besar.
Anak-anak itu segera mengerumuni ibunya dan satu persatu meminum susunya sampai kekenyangan dan kemudian tertidur pulas.

"Kami sayang ibu, apa ibu sayang kami?" tanya salah satu anaknya yang rupanya belum tertidur.

"Ibu sayang kalian dengan luar biasa, kalian tahu itu bukan?!" jawab si ibu dengan bijaksana sambil memeluk anak-anaknya.

"Lalu mengapa ibu meninggalkan kami padahal kami kelaparan?" tanyanya sedih.

"Kelak kalian akan tumbuh dewasa, satu persatu tanpa ibu, Nak. Dunia akan jauh lebih dingin dan kejam. Bahkan tak jarang kalian akan jarang makan," kisah ibunya.

"Tampaknya sangat mengerikan, kami tidak mau jauh dari ibu." tukas anak itu lagi

"Tidak ada jiwa perkasa yang terasah tanpa penderitaan,"

"Bagaimana ibu tahu?"

"Karena kalian anak-anak ibu yang perkasa," jawab si ibu dengan bijaksana. Kemudian mereka semua jatuh terlelap dalam tidur.


Sebulan kemudian, saat mereka sudah dapat memakan makanan biasa, aku tidak sanggup merawat mereka semua. Aku memutuskan untuk mempercayakan mereka pada kawan terdekat untuk di adopsi, mulai dari situ, hidup mereka mulai berpencar. Mereka cukup dewasa. Mereka berpisah dengan ibunya. Namun, mereka menjadi anjing kecil kesayangan sahabat-sahabatku.



Februari 2015

No comments:

Post a Comment